WELCOME

SELAMAT BERKUNJUNG DI GURU BAHASA INDONESIA SMKN 10 MALANG SEMOGA DAPAT BERMANFAAT"

Kamis, 27 April 2017

Menulis Puisi Indonesia, Sebuah Rangkuman Referensi Guru Bahasa Indonesia Dalam Kinerjanya



Menulis Puisi Indonesia

                Pembelajaran sastra di sekolah merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Banyak manfaat yang dapat dipetik dengan mempelajari sastra, seperti yang dikatakan oleh Horatius  ’dulce et utile’. Ungkapan yang berarti menyenangi dan bermanfaat ini, berkaitan dengan segala aspek hiburan yang diberikan dan segala pengalaman hidup
yang ditawarkan oleh sastra.
Agar pembelajaran sastra dapat diterima dengan baik, pengajar sastra dituntut minimal dapat: (1) menyenangi sastra, (2) menguasai materi sastra, (3)  memahami hakikat dan tujuan pembelajaran sastra,  (4)  memiliki kemampuan mengapresiasi sastra, dan  (5) menguasai metode pengajaran
dan penilaian sastra.
Puisi lama dibatasi tentang pantun.  Sesuai dengan tujuan apresiasi  makaSaudara diharapkan dapat memahami bagaimana menulis pantun dan  puisi  baruyang tentunya harusmempunyai pengatahuan  pantun dan  puisi.  Dengan demikian akan mendapatkan pengetahuan dasar pantun, puisi dan
kenikmatan  menulispantun dan  puisi, bahkan kesadaran yang lebih baik  terhadap diri sendiri, orang lain, serta kehidupan sebagai upaya  pembentukan watak yang  baik.

1.  Pengertian Puisi 
M. Atar Semi (1988: 93-94) mengutip tentang beberapa ahli sastra tentang pengertian puisi:
a)  William Worsworth mengemukakan bahwa puisi adalah kata-kata terbaik dalam susunan yang terbaik ( poetry is the best word in the best order )
b)  Leigh Hunt mengatakan bahwa puisi adalah luapan perasaan yang imajinatif ( poetry is imaginative passion )
c)  Mathew Arnold berpendapat bahwa puisi merupakan kritik kehidupan ( poetry is crities  of life )
d)  Herbert Read berpendapat bahwa pusi bersifat intuitif, imajinatif dan sintetik (poetry is intuitive, imajinativeand syntetic )
                Dari definisi-definisi diatas memang seolah terdapat perbedaan pikiran mengenai puisi. Oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa puisi merupakan kritik kehidupan dan luapan perasaan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan kata-kata terbaik dan terindah, dan
yang bersifat intuitif, imajinatif dan sintetik.
2.   Jenis Puisi
Kita patut berbangga hati karena ternyata bangsa Indonesia memiliki kekayaan karya sastra. Berbagai jenis puisi dapat ditemukan dalam karya sastra Indonesia. Begitu beragamnya bentuk dan jenis puisi di 
Indonesia, maka dilakukan penggolongan berdasarkan waktu kemunculan puisi tersebut, cara pengungkapannya, keterbacaan sebuah puisi, dan lain-lain. Berdasarkan waktu kemunculannya, puisi
dapat digolongkan atas  tiga  kelompok yaitu: (1) puisi lama, (2) puisi baru, dan (3) puisi modern. Modul ini pembahasannya  dibatasi pada dua jenis puisi yaitu (1) puisi lama (pantun) dan (2) Puisi baru.
a)  Puisi Lama
Puisi lama lahir sebelum kesusastraan Indonesia mendapat pengaruh dari kebudayaan barat. Masyarakat pada masa itu yang cenderung statis dan bersifat kolektif, melahirkan bentuk puisi yang
sangat terikat oleh berbagai aturan. Puisi lama harus mengandung rima, memiliki jumlah larik tertentu, bahkan jumlah suku kata dalam satu larik terutama dalam pantun harus mengikuti ketentuan.
Ada beberapa jenis puisi lama yaitu: (1) mantra, (2) bidal, (3) pantun dan karmina, (4) talibun, (5) seloka, (6) gurindam, serta (7) syair.  Pantun
a.   Pengertian Pantun
                Pantun merupakan puisi melayu lama asli indonesia yang terdiri dari sampiran dan isi dengan rima a-b-a-b. Kata “Pantun” berasal dari bahasa jawa kuno yaitu tuntun, yang berarti mengatur atau menyusun. Pantun adalah sebuah karya yang  tidak hanya memiliki rima dan irama yang indah, namun juga mempunyai makna yang penting. Pantun awalnya merupakan karya sastra indonesia lama yang diungkapkan secara lisan, namun seiring berkembangnya zaman sekarang pantun mulai diungkapkan tertulis. Pantun merupakan karya yang dapat menghibur sekaligus mendidik dan menegur. Pantun merupakan ungkapan perasaan dan pikiran, karena ungkapan tersebut disusun dengan kata-kata hingga sedemikian rupa sehingga sangat menarik untuk didengar atau  dibaca. Pantun menunjukkan bahwa indonesia memiliki ciri khas tersendiri untuk mendidik dan menyampaikan hal yang bermanfaat.
b.  Struktur Pantun
Pantun adalah bentuk puisi yang terdiri atas 4  (empat)  baris yang bersajak, bersilih 2-2 (pola ab-ab), dan biasanya tiap baris terdiri atas 4 perkataan. Dilihat dari segi strukturnya, pantun dibangun atas ciri bait, larik (baris), rima, sampiran, dan isi. Selain ciri tersebut, sebuah pantun juga mementingkan irama
pada waktu pengucapan atau penyampaiannya.
 Teks pantun terdiri atas empat larik/baris dan bersajak akhir a-b-a-b. Lazimnya, teks pantun terdiri atas dua bagian: dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris terakhir disebut isi. Sampiran, yang biasanya berupa sketsa alam/suasana (mencirikan mayarakat  pendukungnya), berfungsi sebagai
pengantar (paling tidak menyiapkan rima/sajak dan irama dua baris terakhir) untuk mempermudah pemahaman isi pantun.  Dua baris pertama merupakan pembayang atau sampiran, sedangkan dua baris berikutnya mengandung maksud atau  isi. Sampiran yang biasanya merupakan  ciri  alam mengantarkan
menuju isi atau maksud yang merujuk kepada dunia manusia yang meliputi perasaan, pemikiran, dan perbuatan manusia. Apa guna orang bertenun, } sampiran baris 1 untuk membuat pakaian adat. } sampiran baris 2 
Apa guna orang berpantun, } isi baris 1
untuk ciri petuah amanat. } isi baris 2
Dari pantun itu, terlihat sampiran baris 1 merupakan ciri yang mengantarkan isi baris 1, sedangkan sampiran baris 2 merupakan ciri yang mengantarkan isi baris 2. Karena   pantun menggunakan pola yang bersajak AB-AB yang berarti sampiran baris 1 merupakan ciri yang mengantarkan isi baris 1 dan sampiran baris 2 merupakan ciri yang mengantarkan isi baris 2. Dalam arti sampiran baris 1 saling berhubungan dengan isi baris  1 dan sampiran baris 2 saling berhubungan dengan isi baris 2.
Apakah yang menjadi ciri sampiran dan isi pada pantun di atas? Antara baris sampiran 1 dan isi baris 2 memiliki bunyi akhir yang sama yaitu a-a dan sampiran 2 dengan isi baris 2 memiliki bunyi akhir yang sama yaitu b-b. Menurut Harun Mat Piah, pantun ialah sejenis puisi pada umumnya, yang terdiri atas empat baris dalam satu rangkap; empat perkataan sebaris; rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi dan kekecualian. Tiap rangkap pantun terdiri atas dua unit, yaitu pembayang (sampiran) dan maksud (isi). Setiap rangkap melengkapi satu ide. Pada  pantun di atas, apakah sudah memenuhi pengertian yang dimaksudkan Harun Mat Piah?   Struktur Teks Pantun Baris  Empat baris dalam 1 rangkap Kata  Terdiri dari 4-8 suku kata Rima Akhir  a-b-a-b Sampiran  1) Apa guna orang bertenun 2) Untuk membuat pakaian adat
Isi  1) Apa guna orang berpantun
2) Untuk ciri petuah
Ide  Berpantun berguna untuk ciri petuah dan amanah  Pantun berperan dalam memperoleh wawasan pengetahuan yang lebih luas agar terampil berpikir kritis dan kreatif serta mampu bertindak efektif menyelesaikan permasalahan,sebagai motivasi dalam meraih cita-cita dan memperkuat kepribadiannya,menanamkan sikap positif,merupakan cerminan sikap dan jati diri bangsa Indonesia di lingkungan pergaulan dunia global c.   Ciri-ciri atau Syarat-syarat Pantun Menurut Zaidan Hendy (1990), pantun mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) tiap bait terdiri atas empat baris kalimat, 2) tiap baris terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata, 3) baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi, sampiran melukiskan alam dan kehidupan sedangkan isi pantun berkenaan dengan maksud pemantun, 4) bersajak silang atau a-b-a-b, artinya bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keempat, 5) pantun digunakan untuk pergaulan. Maka pantun selalu berisikan curahan perasaan, buah pikiran, kehendak, kenangan dan sebagainya, 6) tiap bait pantun selalu dapat berdiri sendiri, kecuali pada pantun berkait, 7) pantun yang baik, bermutu ada hubungannya antara sampiran dan isi.
Contoh:
Air dalam bertambah dalam,
hujan di hulu belum lagi teduh.
Hati dendam bertambah dendam,
dendam dahulu belum lagi sembuh.

                Hubungan antara sampiran dan isi yang tampak pada pantun di atas ialah sama-sama melukiskan keadaan yang makin menghebat.  Sedangkan menurut para sastrawan luar negeri, ada dua pendapat mengenai hubungan antara sampiran dan isi pantun. Pendapat pertama dikemukakan oleh H.C. Klinkert pada tahun 1868 yang menyebutkan bahwa, antara sampiran dan isi terdapat hubungan makna. Pendapat ini dipertegas kembali oleh Pijnappel pada tahun 1883 yang mengatakan bahwa, hubungan antara keduanya bukan hanya dalam tataran makna, tapi juga bunyi. Bisa dikatakan jika sampiran sebenarnya membayangkan isi pantun. Pendapat ini dibantah oleh van Ophuysen yang mengatakan bahwa, sia-sia mencari hubungan antara sampiran dan isi pantun. Menurutnya, yang muncul pertama  kali dibenak seseorang adalah isi, baru kemudian dicari sampirannya agar bersajak. Dalam perkembangannya, Hooykas kemudian memadukan dua pendapat ini dengan mengatakan bahwa, pada pantun yang baik, terdapat hubungan makna tersembunyi dalam sampiran, sedangkan pada pantun yang kurang baik, hubungan tersebut semata-mata hanya untuk keperluan persamaan bunyi. Pendapat
Hooykas ini sejalan dengan pendapat Dr. (HC) Tenas Effendy yang menyebut pantun yang baik dengan sebutan pantun sempurna atau penuh, dan pantun  yang kurang baik dengan sebutan pantun tak penuh atau tak sempurna. Karena sampiran an isi sama-sama mengandung makna yang dalam (berisi), a kemudian dikatakan, “sampiran dapat menjadi isi, dan isi dapat menjadi sampiran.”  (http://lubisgrafura.wordpress.com, diakses tanggal 18 Oktober 2008).
                Menurut Zulfahnur dkk (1996), sebait pantun terikat oleh beberapa syarat:
1) bilangan baris tiap bait adalah empat, bersajak AB-AB, 2) banyak suku katanya tiap baris  8-12, umumnya 10 suku kata, 3) pantun umumnya mempunyai sajak akhir, tetapi ada juga yang bersajak awal atau bersajak tengah Menurut Sumiati Budiman (1987), ada beberapa syarat yang mengikat pantun, yaitu: 1) setiap bait terdiri atas empat bait,
2) setiap baris terdiri atas 4 patah kata, atau 8 – 12 suku kata,
3) baris pertama dan kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi,
4) berima a b a b, 5) antara sampiran dan isi terdapat hubungan yang erat.
                Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Pantun adalah bentuk puisi yang terdiri atas empat baris yang bersajak bersilih dua-dua (pola ab-ab), dan biasanya, tiap baris terdiri atas empat perkataan. Dua baris pertama disebut sampiran (pembayang), sedangkan dua baris berikutnya disebut isi pantun. Antara sampiran dan isi terdapat hubungan yang saling berkaitan. Oleh karena itu, tidak boleh membuat sampiran asal jadi hanya untuk menyamakan bunyi baris ertama dengan baris ketiga dan baris kedua dengan baris keempat.


d.   Macam-Macam Pantun
1.   Berdasarkan Siklus Kehidupan (usia)  :
a)  Pantun Anak  –  anak, yaitu pantun yang berhubungan dengan kehidupan pada masa kanak  –  kanak. Pantun ini dapat menggambarkan makna suka cita maupun duka cita.
b)  Pantun Orang Muda, yaitu pantun yang berhubungan dengan kehidupan pada masa muda. Pantun ini
biasanya bermakna tentang perkenalan, Hubungan Asmara dan rumah tangga, Perasaan (kasih sayang,
iba, iri, dll), dan nasib.
c)     Pantun Orang tua, yaitu pantun yang berhubungan dengan Orang Tua. Biasanya tentang Adat Budaya, Agama, Nasihat, dll.
 
2.   Berdasarkan Isinya :
a)  Pantun jenaka, yaitu pantun yang berisikan tentang hal – hal lucu dan menarik.
b)  Pantun nasihat, yaitu pantun yang berisikan tentang nasihat, bertujuan untuk mendidik, dengan memberikan nasihat tentang moral, budi perkerti, dll.
c)  Pantun teka –teki , yaitu pantun yang berisikan teka teki, dan biasanya pendengar atau pembaca diberi kesempatan untuk menerka teka – teki pantun tersebut.
d)  Pantun kiasan,  yaitu pantun yang berisikan tentang kiasan yang biasanya untuk menyampaikan suatu hal secara tersirat.
e.   Cara Menulis Pantun
Untuk menulis pantun, hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1)  Membuat topik atau tema 
Tema dalam penulisan pantun sangat penting, karena dengan tema pantun-pantun  yang dibuat oleh siswa akan lebih terarah  sesuai dengan yang diharapkan.  Memang diakui, adanya sedikit pengekangan kreativitas bagi siswa dalam menulis pantun, jika menggunakan tema yang sempit. Oleh karena itu, guru harus lebih bijaksana dalam memilih tema yang didalamnya dapat mengandung atau mencakup berbagai permasalahan keseharian. Tema yang cocok diberikan dalam proses pembelajaran misalnya
berkaitan dengan masalah politik, sosial budaya, percintaan, dan kehidupan keluraga. Misalnya, tema
tentang sosial budaya dengan mengambil topik soal kebersihan kota atau masalah sampah.

2)  Membuat isinya  
Untuk membuat isi harus diingat bahwa pantun terdiri atas empat baris. Dua baris pertama sampiran, dan dua baris berikutnya ialah isi.  Misalnyatema”sampah.” Sampah tersebut dapat disusun dalam dua baris kalimat, yang setiap baris kalimatnya terdiri atas empat perkataan dan berkisar antara 8 sampai 12 suku kata. Kemungkinan jika dibuatkan kalimat biasa, boleh jadi kalimatnya cukup panjang. Misalnya: ”Dikota yang semakin ramai dan berkembang ini, ternyata mempunyai masalah lain yang sangat terkait dengan masalah kesehatan warganya, yaitu sampah yang berserakan di mana-mana . . . dan seterusnya.” Pengertian dari kalimat di atas mungkin bisa lebih panjang, namun hal tersebut dapat diringkas dalam dua baris kalimat isi sebagai berikut. Jika sampah dibiarkan berserak, penyakit diundang, masalah datang. Disinilah kelebihan pantun, dapat meringkas kalimat yang panjang, tanpa harus kehilangan makna atau arti sebuah kalimat yang ditulis panjang-panjang.
3)  Membuat sampiran 
Walau kata kedua dari suku akhir baris isi pertama dan kedua diberi  garis  tebal. Namun jangan hal itu yang menjadi perhatian, tapi justru yang harus diperhatikan ialah pada suku akhir dari kata keempat baris pertama dan kedua, yaitu rak dan tang, sebab yang hendak dicari ialah sajaknya atau persamaan bunyi. Sebuah pantun yang baik, suku akhir kata kedua sampiran pertama bersajak dengan suku akhir kata kedua dari isi yang pertama. Apalagi suku akhir kata keempat  dari sampiran pertama seharusnya
bersajak dengan suku akhir kata keempat isi pertama,  karena disinilah nilai persajakan dalam pantun itu yaitu baris pertama sama dengan baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat. Tetapi kalau dibuat sekaligus, takut terlalu sulit menyusunnya. Memang tidak sedikit kata-kata yang bersuku akhir pah, misalnya;  pelepah, sampah, nipah, tempah, terompah, dan sebagainya.
                Begitupun suku kata yang akhirannya dang, misalnya; udang, sedang, ladang, kandang, bidang, tendang, dan sebagainya. Kalaupun sulit untuk mencari kata yang bersuku akhir pah, masih ada jalan lain yaitu dengan membung huruf p nya, dan mengambil ah nya saja. Begitupun dengan dang, buang huruf d nya, sehingga yang tertinggal hanya ang nya. Tapi jangan sampai dibuang a nya juga, sehingga hanya tinggal ng nya saja karena hal tersebut dapat menghilangkan sajaknya. Begitupun untuk suku akhir dari kata rak dan tang yang menjadi tujuan. Kata yang bersuku akhir rak dan tang dalam kosa kata bahasa Indonesia cukup banyak, misalnya untuk kata rak, yaitu kerak, jarak, marak, serak, gerak, merak, arak, dan sebagainya. Sedangkan untuk kata tang, yaitu hutang, pantang, batang, petang, lantang, dan sebagainya. Sekarang baru membuat sampiran pertama dan kedua dengan mencari kalimat yang suku akhir kata keempatnya adalah rakdan tang. Misalnya:
  Cantik sungguh si burung merak,
  terbang rendah di waktu petang.
Kemudian antara sampiran dan isi baru disatukan menjadi:
  Cantik sungguh si burung merak,
  terbang rendah di waktu petang.
  Jika sampah dibiarkan berserak,
  penyakit diundang, masalah datang.
                Jika menginginkan suku akhir kata kedua baris pertama engan suku akhir kata kedua dari baris ketiga bersajak juga. Begitupun dengan suku akhir kata kedua baris kedua dengan suku akhir kata kedua baris keempat bersajak agar terlihat lebih indah bunyinya, maka sampirannya harus diubah, menjadi:
  Daun nipah jangan diarak,
  bawa ke ladang di waktu petang.
  Jika sampah dibiarkan berserak,
  penyakit diundang, masalah datang.
                Demikian halnya jika membuat pantun teka-teki. Misalnya membuat teka-teki tentang parut, salah satu alat dapur yang berfungsi untuk memarut kelapa guna diambil santannya. Jika diperhatikan dengan teliti ada keanehan mengenai cara kerja parut, hal inilah yang dapat mengilhami kepada semua orang untuk membuat teka-teki, yaitu mata parut yang sedemikian banyak itu, cukup tajam. Daging kelapa yang sudah disediakan, dirapatkan ke mata parut, lalu digerakkkan dari atas ke bawah sambil ditekan. Dari pergerakan itu semua, seperti layaknya  orang menyapu, dapat dilihat, daging kelapa itu tertingga diantara mata parut. Ada terus. Semakin gerakan menyapu dilakukan, daging kelapa itu semakin banyak dimata-mata parut. Logikanya, orang menyapu tentu lantai akan menjadi bersih, tetapi sebaliknya sangat berbeda dengan bidang bangun parut. Semakin disapu, semakin kotor karena banyaknya daging kelapa yang menyangkut dimata parut. Dari sini dapat dibuatkan inti pantunnya, yaitu Semakin disapu, semakin kotor. Tugas selanjutnya ialah membuat sampiran. Untuk membuat sampiran, boleh membuat yang sederhana, yaitu hanya untuk mencari persamaan bunyi (bersajak) tanpa mengindahkan makna atau arti atau keterkaitan dengan seolah satu kesatuan kalimat yang saling mendukung. Jika ingin membuat sampiran yang sederhana, hal yang dilakukan ialah mencari kosa kata yang bersuku akhir tor atau paling tidak or. Misalnya kantor, setor, dan motor. Jika sudah mendapatkan kosa kata untuk membuat akhiran pantun yang sesuai dengan kata  kotor, langkah selanjutnya ialah menentukan letak inti pertanyaannya. Apakah diletakkan dibaris ketiga atau baris keempat. Jika diletakkan pada baris ketiga, kalimat baris keempat dapat dibuat sebagai berikut: apakah itu, cobalah terka. Sehingga hasilnya menjadi:   Semakin disapu, semakin kotor,   Apakah itu, cobalah terka.
Sekarang barulah mencari sampirannya. Suku akhir tor atauor dari kata kotor dapat diambil salah satu
saja, misalnya kata kantor, kemudian tinggal mencari suku kata yang berakhir ka dari kata terka, yang merupakan kata terakhir dari baris terakhir. Untuk kata yang bersuku akhir ka, dalam kosa kata bahasa Indonesia cukup banyak, misalnya bingka, ketika, sangka, nangka, dan luka. Misalnya diambil kata  bingka. Sekarang kata kantor dan bingka baru dijadikan sampiran, menjadi:
  pagi-pagi pergi ke kantor,
  singgah ke warung beli bingka.
Kemudian antara sampiran dan isi baru disatukan, hasilnya menjadi:
  pagi-pagi pergi ke kantor,
  singgah ke warung beli bingka.
  Semakin disapu, semakin kotor,
  Apakah itu, cobalah terka.
                Jadilah pantun teka-teki. Dan jawaban pantun teka-teki itu, tentulah parutan kelapa. Jika inti pertanyaan diletakkan pada baris keempat, kalimat baris ketiga sebagai berikut: Jika Saudara  kenapa bodoh. Sehingga hasilnya menjadi:
  Jika Saudara kenapa bodoh,
  Semakin disapu, semakin kotor.
                Langkah selanjutnya ialah membuat sampirannya agar lengkap menjadi sebait pantun. Suku akhir kata kantor yang bersajak dengan kata kotor dapat digunakan lagi, sekarang tinggal mencari suku akhir doh, yang akan bersajak dengan kata bodoh. Misalnya kata jodohsehingga jika dibuatkan sampirannya, menjadi:
  Ramai-ramai mencari jodoh,
  mencari jodoh sampai ke kantor.

Langkah terakhir baru disatukan antara isi dan sampirannya sehingga menjadi:
  Ramai-ramai mencari jodoh,
  mencari jodoh sampai ke kantor.
  Jika Saudara kenapa bodoh,
  Semakin disapu, semakin kotor.
                Jawaban dari pantun teka-teki tersebut  ialah parutan kelapa.Jika diperhatikan sampirannya dari keempat contoh pantun di atas, memang terasa kurang kuat dan terkesan memaksakan kata-kata hanya untuk mencari persamaan bunyi sehingga kalimat sampirannya tidak mempunyai keutuhan arti. Tetapi hal ini tidak dianggap salah, hanya mutunya dianggap kurang. Namun, jika dilihat dari pantun-pantun pusaka yang ada, bahwa tidak semua pantun pusaka tersebut dikatakan sempurna atau tinggi mutunya, terkadang ada yang setipa barisnya tidak terdiri atas empat perkataan tetapi hanya tiga perkataan atau ada lima perkataan. Selain itu juga,   masih banyak pantun-pantun yang betul-betul hanya engutamakan persamaan bunyi, padahal  tidak bersajak. Seperti kata lintah dengan cinta pada pantun berikut ini.
  Dari mana datangnya Lintah,
  dari sawah turun ke kali
  Dari mana datangnya cinta,
  dari mata turun ke hati.
                Sepintas lalu terdengar sama-sama berakhiran ta, tapi jika diamati benar barulah terasa bedanya antara bunyi tah dengan ta itu.  Yang satu terdengar lebih tebal atau kental dan yang satu terasa ringan.  Demikianlah pantun-pantun yang banyak terlihat, jika dirasakan banyak sekali kekurangannya. Namun, hal itu tidak menjadi masalah justru menjadi  gurauan, tidak ada niat untuk mengecilkan hati apalagi mencemooh. Begitu benar, sesungguhnya jiwa melayu yang terdapat dalam filosofi pantun tidak suka untuk saling menyakiti apalagi sampai melukai. Begitu indah pantun bagi kehidupan orang melayu khususnya dan bagsa Indonesia umumnya yang telah mendarah daging dalam jiwa dan raga.


4)  Hitunglah jumlah suku kata setiap barisnya.
Pantun memiliki ciri setiap baris terdiri dari 8 sampai 12 suku kata. Apabila belum mencapai sedikitnya 8 suku kata, maka  harus menambah suku kata/kata yang tepat dalam baris tersebut.
Contoh:
Buah manggis rasanya manis       (9 suku kata)
Dibelah dua putih isinya              (10 suku kata)
Anak sekolah jangan menangis     (10 suku kata)
Kalau menangis merah matanya    (10 suku kata)

b.   Puisi Baru
                Puisi modern atau puisi baru adalah jenis puisi yang tidak terikat oleh aturan-aturan umum berlaku untuk jenis puisi lama. Struktur untuk puisi baru lebih bebas, baik dalam segi suku kata, jumlah
baris, maupun rimanya. Jenis puisi modern terbagi tujuh macam, yaitu ode, epigram, romance, elegi, satire, himne, dan balada. 
a) Struktur Batin Puisi
a.  Tema
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang. Suatu  yang menjadi pikiran tersebut dasar bagi puisi yang dicipta oleh penyair. Sesuatu yang dipikirkan  dapat bernacam-macam, misalnya ermasalahan hidup. Penyair tudak pernah menyebut apa tema puisi yang ditulisnya. Untuk mengetahui tema sebuah puisi,  kita harus membaca keseluruh puisi tersebut dengan cermat.
b. Nada
Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Dalam menulis puisi penyair biasa  jadi bersikap mempengaruhi, menasehati, mengejek, menyindir atau bisa pula Ia bersikap lugas, hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.
c.  Rasa
Rasa adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang  terdapat pada puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologis penyair, misalnya atarbelakang pendidikan, agama, jenis kelamin, dan kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan,  pengetahuan, pengalaman dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
d.  Amanat
Amanat adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat harus dibedakan dengan tema. Dalam puisi tema berkaitan dengan arti, sedangkan  amanat berkaitan dengan makna karya sastra. Arti puisi bersifat lugas, objektif, dan khusus. Makna puisi bersifat kias, subjektif, dan
umum. Makna berhubungan dengan individu, konsep seseorang, dan situasitempat penyair mengimajinasikan puisinya.

b)  Struktur Fisik Puisi
a.   Diksi
Diksi adalah bentuk serapan dari kata diction yang oleh Hornby diartikan sebagai choise and use of words. Oleh Keraf diksi disebut pula pilihan kata. Diksi atau pilihan kata memiliki peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra. Untuk mencapai diksi yang baik
seorang penulis harus memahami secara lebih masalah kata dan maknanya, harus tahu memperluas dan mengangtifkan kosa kata, harus mampu memilih kata yang tepat, kata yang sesuai dengan  situasi yang dihadapi, dan harus mengenali dengan baik corak gaya bahasa yang sesuai dengan tujuan penulisan.
b.    Pengimajian
Gambaran-gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental atau bayangan visual dan bahasa yang mengifikasi, gambarkannya biasa disebut dengan citra atau imaji. Citraan dapat dikelompokan atas beberapa macam, antara lain : citraan visual (penglihatan), citraan auditif (pendengaran), citraan artikulatoris (pengucapan), citraan alfaktori (penciuman), citraan gustatory (kecakapan), citraan taktual
(peraba/ perasaan), citraan kinaestetic “kinaestetik” (gerak), dan citraan organik.
c.   Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Waluyo mengatakan bahwa dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Sebagai contoh dikemukakan oleh Waluyo tentang bagaimana penyair
melukiskan seorang gadis  yang benar-benar pengemis gembel. Penyair menggunakan kata-kata: gadis kecil berkaleng kecil. Lukisan tersebut lebih konkret jika dibanding dengan ; gadis peminta- minta.
d.    Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif oleh Waluyo disebut pula sebagai majas.
Bahasa  figuratif dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Pada umumnya menurut Tarigan, bahasa figuratif dipergunakan oleh pengarang untuk menghidupkan atau lebih mengekspresifkan perasaan yang diungkapkan sebab kata-kata saja belum cukup untuk menerangkan lukisan tersebut. Rachman Djoko Pradopo mengelompokan bahasa figuratif
menjadi enam jenis, antara lain :
1.  Simile
Simile adalah jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang sesungguhnya  tidak sama. Sebagai sarana dalam menyamakan tersebut, simile menggunakan kata-kata pembanding : bagai, sebagai, bak, seperti, seumpama, laksana, serupa, sepantun, dan sebagainya.
2.  Metafora
Metafora adalah bahasa figuratif memperbandingkan suatu hal dengan  hal lainya yang pada dasarnya tidak serupa. Metafora dalam puisi sering berbelit-belit karna apa yang dibandingkan harus disimpulkan dari konteksnya. Pada dasarnya bentuk metafora ada dua jenis, yaitu metafora eksplisit (metafora penuh) dan metafora implisit (metafora tak penuh).
3.  Personifikasi
Bentuk dahasa figuratif ini mempersamakan benda dengan manusia. Benda atau hal yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan kejelasan, menimbulkan bayangan angan yang konkret dan mendramatisasikan suasana dan ide yang ditampilkan
4.  Epik – Simile
Epik simile atau perumpamaan epos ialah pembandingan yang dilanjutkan atau dipanjangkan yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingan lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut.
5.  Metonimi
Metonimi adalah pemindahan istilah atau suatu hal atau benda kesuatu hal atau benda lainnya yang memiliki kaitan rapat.
6.  Sinekdoki
Sinekdoki adalah bahasa figuratif yang menyebutkan suatu bagian penting dari suatu benda atau hal untuk benda atau hal itu sendiri. Sinekdoki dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni pars pro toto dan totum pro parte.

e.  Verifikasi
Verifikasi meliputi ritma, rima dan metrum.  Ritma kata pungut dari bahasa  Inggris  rhythm. Secara umum ritma dikenal sebagai irama atau wirama yakni pergantian naik turun, panjang pendek, keras lembut, bunyi bahasa yang teratur. Rima kata pungut dari bahasa  Inggris  rhyme, yakni pengulangan bunyi pada bait atau larik puisi, pasa akhir baris puisi atau bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap pada pola tertentu isebabkan oleh jumlah suku kata yang tetap, tekayang yang tetap, alun suara yang naik dan turun yang tetap.
f.  Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat melihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Karna itu ia menjadi pembeda yang sangat penting. Dalam prosa (baik fiksi maupun bukan) baris-baris kata atau kalimat berbentuk sebuah periodisitet. Namun dalam puisi tidak demikian halnya. g.  Sarana Retorika Dalam kaitannya dengan puisi, Altenbernd menyatakan bahwa sarana etorika adalah sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran. Dengan muslihat itu para penyair menarik perhatian , pikiran, sehingga pembaca perkontemplasi dan tersugestiatas apa yang dikemikakan
penyair. Sarana retorika adalah muslihat pikiran. Muslihat pikiran ini berupa bahasa yang disusun untuk mengajak pembaca berfikir. Bahasa retorika berbeda dengan fahasa kiasan atau bahasa figuratif dan citraan.

 3.   Menulis Puisi 
Puisi merupakan media menyampaikan sesuatu. Bisa berupa perasaan kita, pikiran, keingiyang, ataupun ide-ide tertentu. Misalnya, kita ambil tema tentang cinta. Lebih spesifik tentang perasaan ketika seseorang   jatuh cinta.   Jadi, "Apa yang ingin saya sampaikan?". Jawabannya, "Perasaan saya ketika jatuh cinta." Menulis puisi merupakan kegiatan mencipta ataupun berkreasi menghasilkan sebuah karya kreatif berupa puisi.  Seperti halnya dengan ekspresi lisan puisi, maka  ekspresi tulis puisi dapat menghasilkan karya puisi  lama misalnya  pantun  maupun puisi modern. Menurut Stephen Spender yang dikutip oleh Nadeak, ada  lima hal yang perlu mendapat perhatian dalam mencipta puisi yaitu:  (1) konsentrasi, (2) inspirasi, (3) keyanggan, (4) keyakinan, dan (5) lagu.Konsentrasi adalah pemusatan pikiran, perasaan, pandangan, pada suatu fokus. Konsentrasi ini sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, untuk menghasilkan suatu kerja yang maksimal. Mulailah merenungkan hidup dan kehidupan diri sendiri serta yang ada di luar kehidupan kita. Amati dengan cermat termasuk melalui mata hati, maka akan muncul sebuah pemikiran. Pemikiran ini merupakan inspirasi dasar yang dapat dijadikan ide bagi penciptaan puisi.Inspirasi  yang melekat merupakan harta bagi penyair untuk mewarnai puisinya, yang dimunculkannya kembali melalui perenungan. Bahasa puisi merupakan bahasa yang padat (kondensasi) yang memuat bermacam makna. Dengan membaca puisi siswa akan memetik dan memperkaya perbendaharaan kosakatanya.  Sehubungan dengan itu, kegiatan menulis puisi akan menjadi wahana mengapresiasi tentang berbagai hal, baik kritik sosial atau pun pencurahan perasaannya. Selain itu kegiatan menulis merupakan kegiatan yang akan mengembangkan kecerdasan intelektual siswa. 
Menurut Suwarjo (2006) manfaat menulis sastra (puisi) bagi anak adalah dapat menumbuhkan kesadaran sosial serta menjadi media sosialisasi diri pada kehidupan bermasyarakat  (diunduh dari: 
http://kantongsastra.blogspot.com).
Sedangkan menurut Amin Mustofa (2008) pembelajaran keterampilan menulis puisi akan banyak bermanfaat bagi para siswa. Di antaranya untuk membantu kecakapan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengasah imajinasi, mengembangkan cipta dan rasa, mecetak siswa menjadi manusia kreatif, menunjang pembentukan watak, meningkatkan kepekaan emosi siswa terhadap masalah di sekitarnya, dan sejumlah manfaat lainnya. Pembelajaran menulis puisi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra.
Hal itu berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan hidup. Seperti yang diungkapkan oleh Pradopo (1987) bahwa puisi adalah ekspresi kreatif, yaitu ekspresi dari aktivitas jiwa yang memusatkan kesan-kesan (kondensasi). Kesan-kesan dapat diperoleh melalui pengalaman dan lingkungan. Oleh karena itu,
anggapan bahwa menulis puisi sebagai aktifitas yang sulit sudah seharusnya dihilangkan, khususnya siswa, karena mereka merupakan siswa yang rata-rata berusia remaja dewasa. Pada usia tersebut anak
dalam masa yang baik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya agar secara leluasa dapat mengekspresikan perasannya, dan  tidak jarang melahirkan kritik sosial. Saat ini pembelajaran menulis kreatif puisi cenderung teoretis informative, bukan apresiasif produktif.
                Menurut Budi Prasetyo(2007) belajar yang diciptakan guru di dalam kelas hanya sebatas memberikan informasi pengetahuan sastra sehingga kemampuan mengapresiasi dan kemampuan mencipta kurang mendapat perhatian.  Hal yang terjadi adalah proses transfer pengetahuan tentang sastra dari guru pada siswa. Siswa kurang mendapat kesempatan untuk melakukan konstruksi pengetahuan dan melakukan pengembangan pengetahuan itu menjadi sebuah produk pengetahuan baru.  
                Pembelajaran menulis puisi dapat terjadi dengan efektif jika dapat menerapkan strategi-strategi menulis puisi  yang dapat memberikan peluang kepada kita untuk lebih aktif, kreatif, dan inovatif. Strategi yang dipilih diharapkan mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu belajar, dan dapat memanfaatkan potensi  seluas-luasnya. Langkah-langkah dalam menulis puisi sebagi berikut:
1.   Menggunakan gaya bahasa
a.  Hiperbola (contoh:  setinggi langit, tinggal kulit pembungkus tulang)
b.  Litotes (contoh: bantuan yang tak berarti ini, terimalah walau tak seberapa)
c.  Ironi (contoh:  peduli sekali dia, sehingga tak satu rupiah  pun dikeluarkan untuk membantu)
d.  Metafora, yakni pengungkapan yang mengandung makna secara tersirat untuk mengungkapkan acuan makna yang lain selain makna sebenarnya, misalnya, “cemara pun gugur daun” mengungkapkan makna “ketidakabadian kehidupan”.
e.  Metonimia, yakni pengungkapan dengan menggunakan suatu realitas tertentu, baik itu nama orang, benda, atau sesuatu yang lain untuk menampilkan makna-makna tertentu. Misalnya, “Hei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu”. “Kuntum bunga” di situ mewakili makna tentang remaja yang sedang tumbuh untuk mencapai cita-cita hidupnya.
f.  Anafora, yakni pengulangan kata atau frase pada awal dua larik puisi secara berurutan untuk  penekanan  atau keefektifan bahasa.
g.  Oksimoron, yaitu majas yang menggunakan penggabungan  kata yang sebenarnya acuan  maknanya  bertentangan.
Misalnya: kita mesti  berpisah. Sebab sudah terlampau lama bercinta.
2.   Bait , Rima, dan Irama 
a.  Bait, yakni satuan yang lebih besar dari baris yang ada dalam puisi. Bait merujuk pada kesatuan larik yang berada dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait) lainnya. Dalam puisi, keberadaan bait sebagai kumpulan larik tidaklah mutlak. Bait-bait dalam puisi
dapat diibaratkan sebagai suatu paragraf karangan yang paragraf atau baitnya telah mengandung pokok-pokok pikiran tertentu.
b.  Rima, menyangkut pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan.
c.  Irama, yakni paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas, baik berupa aluyang tinggi-rendah, panjang-pendek, dan kuat-lemah yang keseluruhannya mampu menumbuhkan kemerduan, kesan suasana, serta nuansa makna tertentu. Timbulnya irama itu, selain akibat penataan rima, juga akibat pemberian aksentuasi dan intonasi maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral.
Selanjutnya adalah mengembangkan semua langkah diatas menjadi puisi yang indah. Susun kata-kata, larik-larik puisi menjadi bait-bait. Kembangkan menjadi satu puisi yang utuh dan bermakna. 
Ingat puisi bukanlah artikel. Tulisan yang kita buat untuk puisi harus ringkas padat sekaligus indah. Pilihlah kata yang sesuai yang mewakili unsur keindahan sekaligus makna yang padat.  Mungkin
kita harus mengingat tiga hal tersebut yang berkaitan dengan kata dan larik dalam menulis puisi yaitu:
a.  Kata adalah satuan rangkaian bunyi yang ritmis atau indah, atau yang merdu.
b. Makna kata bisa menimbulkan banyak tafsir.
c.  Mengandung imajinasi mendalam tentang hal yang dibicarakan dan apa yang ingin saya sampaikan. 
Kata-kata sangat penting. Puisi yang baik dan indah tidak bisa terlepas dari pemilihan kata yang tepat. Kita memiliki ribuan, bahkan jutaan kata. Pilihlah dengan hati-hati.Mari kita dapatkan kata yang tepat. Dan inilah caranya. Misalnya kita mendapatkan kata "melihat."
3.   Kata Untuk Kalimat 
Carilah kata padanan  yang semakna dengannya. Itulah langkah dalam membuat puisi yang indah. 
Berikut ini merupakan padanan/sinonim dari kata "melihat." a. melihat b. menatap c.  melirik
d. menengok e. memandang f.  mengintip g. melotot

Contoh lainnya. Padanan kata "kagum."
a.  Kagum
b.  Terpesona
c.  Terpukau
d.  Terpaku
e.  Tertawan
f.  Terkesima

4.  Kata dalam Bait
Jika  Saudara  sudah terbiasa memilih padanan  kata, berikut ini proses membuat puisi selanjutnya. Yaitu membuat berbagai kalimat dengan makna yang sama.
Contohnya. 
Aku menatapnya
Lalu berdebarlah hatiku
Kemudian aku tahu
Bahwa aku sedang jatuh cinta

Kita bisa mengubahnya menjadi ...
Tatkala mataku menatapnya
Ada debaran di dalam dada
Sebuah debaran penuh makna
Kutahu, itulah getaran cinta

Kita coba lagi diubah dengan kalimat lainnya...
Mataku matanya beradu pandang
Aduh, mengapa hatiku berdebar-debar
Aku tak menyadari dimana aku berdiri
Yang kusadari hanyalah bahwa aku sedang jatuh hati

Tiga bait puisi di atas memiliki makna yang serupa. Intinya:
menatap, berdebar, jatuh cinta. Semakin  Saudara
mengungkapkan sesuatu, semakin besar  kemungkinan
mendapatkan puisi yang indah.

Mari kita coba lagi mengubah bait puisi di atas.

Ketika mataku matanya berjumpa
Berdegup-degup rasa di dada
Ternyata itu sebuah Saudara
Bahwa diriku dilanda cinta.

5.  Suasana untuk Memperindah Menulis Puisi 
Jangan lupa, membangun suasana. Puisi yang baik dan indah senantiasa disertai suasana tertentu di dalamnya. Kesan terdalam puisi biasanya dibangun oleh suasana di dalamnya.Suasana itu
bermacam-macam: romantis, sedih, mistis, bahagia, riang, syahdu, khidmat, bingung, mencekam, semangat, lucu, dan lain sebagainya. Untuk mudahnya, perhatikan bagaimana cara saya membangun
suasana demi membuat puisi yang indah. Perhatikan contoh di bawah ini.
*Suasana Romantis
Nikmati setiap kata-kata di bawah ini. 
Duduklah di sisiku.
Tidakkah engkau tahu, hatiku yang satu-satunya ini dilanda
rindu? Aku tak pernah tahu bagaimana menyembuhkannya. 
Yang kutahu... Jika aku berada di sisimu, beribu-ribu
kebahagiaan menghampiriku. 
Kekasihku...
Dengarlah...
Semalam aku bermimpi. Kita membangun sebuah rumah
mungil. Ada sekuntum bunga putih di sudut-sudutnya. Juga
taman kecil tempat istirah. 
Di sana, sebuah bangku panjang di taman... Engkau dan aku
duduk berdua. Dan kusandarkan berat tubuhku di pundakmu.
Sesekali kutempelkan pipi putihku ke pipimu. 
Aku tak berhenti berkata. Dan engkau hanya mendengarkan.
Amat seksama.
Bagiku, engkau laksana telaga. Aku bermain-main sesukaku
di sana. Menumpahkan segala resah. Meluruhkan segala
gelisah. Dan membiarkan sisi kemanjaan bersuka ria.
Dan...
Bila malam tiba, kau rebahkan diriku dengan perlahan. Elusan
hangatmu di rambut hitamku... Lantuyang ayat-ayat suci dari
bibirmu... Betapa meneduhkan.

* Suasana Mistis
Pada karya-karya Kahlil Gibran, banyak sekali suasana
mistisnya. Itu pula yang menjadi kekuatan seni dari karya-
karyanya.  Kahlil Gibran  berikan beberapa kalimat dan
mencoba membangun suasana mistis.
Bumi bergetar. Akupun sempoyongan.
Lalu tanpa kumengerti, sebuah tarikan gaib melesapkan
kesadaranku menuju dunia yang tak pernah kutahu namanya.
Aku hanya melihat padang hijau sejauh pencapaian
pandanganku. Beberapa bongkah batu putih tergeletak begitu
saja. 
 Samar-samar sebuah keharuman tersebar. 
 Udara terasa demikian segar. Tubuhku yang letih tiba-tiba
saja kembali bugar. 

Belum sempat aku bangkit berdiri; nun jauh di sana udara
berputar seperti badai. Semakin dekat. Dan semakin
mendekat lagi. 

Tercekat. Kerongkonganku terasa kering. Nafasku tertahan.
Menunggu apa yang akan terjadi. 
Lalu bagaikan di alam mimpi, seorang perempuan tiba-tiba
saja berdiri tegap di hadapanku. Suasanapun kembali hening.
Senyap. Bahkan aku mendengar hembusan nafasku.

Wajahnya nampak berseri. Ia memiliki pandangan tajam yang
hanya dimiliki kaum raja. Namun dibalik ketajaman dan
ketegasannya, sebuah anugerah tak ternilai ada pada
senyumannya. Sebuah senyuman yang amat menentramkan. 

Ia mengalihkan pandangannya kepadaku. Amat perlahan.
Menatapku lamat-lamat. Seperti seorang Ratu kepada
putrinya. Lalu katanya, 

"Putriku..." Suaranya lembut seperti aliran sungai sekaligus
kuat laksana deburan ombak. 

"Ingin kuuntai kata-kata seindah-indahnya laksana kalung
permata. Ingin kususun secermat-cermatnya; kurangkai
secantik-cantiknya, agar engkau menerima nasehatku ini...

"Betapa hatiku pedih. Mengeyanggkan nasibmu itu. Di ujung
dunia yang tak menentu. Betapa jiwaku lara, setiap kali
merindukanmu. Ingin kubawa dirimu dari dunia yang tak
mengenal cinta. 

"Dengarkanlah olehmu wahai Putriku! Dunia ini begitu kecil
bagi mereka yang berjiwa agung. Segemerlap apapun, tiada
godaan yang menembusnya. Sehebat apapun gelimang harta,
tiada pernah dapat mematahkan ketentraman hatinya. 

"Tetapi dunia ini begitu besar bagi jiwa yang rendah. Dengar!
Dengarlah olehmu wahai Putriku!"

Itulah dua contoh dalam menciptakan suasana. Fungsi dari suasana yang dibangun adalah kesan secara keseluruhan dari puisi. Tiga proses di atas: tema, pilihan kata, dan suasana hanyalah sedikit dari cara membuat puisi yang baik dan indah. 
6.   Temukan Nada
Nada dalam puisi bisa berbeda-beda. Maka, menemukan nada yang tepat merupakan proses membuat puisi selanjutnya. Puisi bisa menjadi baik dan indah bila disertai nada yang sesuai. Nada ditentukan oleh panjang pendeknya kalimat. Dipengaruhi bunyi vokal yang digunakan. 

Perhatikan contoh yang berikan dua bait puisi sebagai berikut.

Bagaimana hendak kukatakan
           Semua masih menjadi beban
           Hati bimbang tiada tentram
           Hanya bersujud pada Pencipta Semesta Alam

          Bandingkan dengan bait puisi di bawah ini.
Sendiri
          Aku menyepi. 
          Senyap. Tiada bunyi. 
Menanti.
         Seorang kekasih.
         Lama. Tiada juga berjumpa. 

Saudara  tentunya bisa membedakan nada dari dua bait puisi tersebut  diunduh:http://microlla.blogspot.com/2015/03/langkah-super-proses-cara-membuat-puisi.htm)

7.   Re-kreasi 
Strategi “Re-kreasi” dapat  juga  diterapkan dalam menulis kreatif puisi, misalnya:
(1) penciptaan kembali sebuah puisi berdasarkan tema puisi lain yang pernah dibaca, 
(2) penciptaan kembali puisi berdasarkan nada puisi lain yang pernah dibaca,
(3) penciptaan kembali sebuah puisi berdasarkan suasana puisi lain, dan
(4) penciptaan kembali puisi berdasarkan latar puisi lain.
 a)   Implementasi Strategi “Re-kreasi” Berdasarkan Tema Puisi sebaiknya selalu dihubungkan dengan kemungkinan mengembangkan keterampilan berbahasa, yakni kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Selain itu, pengimplementasian strategi “Re-kreasi” ada baiknya diarahkan
untuk mengembangkan cipta, rasa, karsa, dan menunjang pembentukan watak siswa. Berpangkal tolak dari tema yang sama, pengajar dapat mengarahkan untuk  mengiplementasikan strategi “Re-kreasi”.
 Dalam pengimplementiannya, tidak melakukan rekonstruksi pemandangan alam Priangan, melainkan diarahkan pada upaya mengapresiasi dan menyerap keindahan di tempat asal. Penuangan gagasan tentang keindahan alam ke dalam wujud puisi, secara langsung atau tidak langsung, dapat mengembangkan daya cipta, rasa, dan karsa bahkan dapat membentuk watak, yakni cinta pada tempat tinggalnya, tempat kelahirannya, atau kekayaan panorama yang dibanggakannya. Selanjutnya, pengajar dapat menindaklajuti dengan pemberian tugas mencipta puisi berdasarkan tema-tema yang sama.
Dalam konteks ini, siswa dapat ditugasi  menulis puisi berdasarkan tempat-tempat yang dapat menggugah rasa estetis. Puisi-puisi karya siswa ini sebaiknya dibacakan, dibicarakan, dipajang pada majalah dinding atau majalah, atau diantologikan. Kegiatan-kegiatan itu dapat menumbuhkan motivasi dan nilai-nilai positif. Kegiatan seperti ini sejalan dengan tujuan pembelajaran dan dapat menciptakan situasi pembelajaran yang apresiatif, aspiratif, kondusif, dan edukatif. Berpangkal tolak dari tema puisi lain, selanjutnya pengajar dapat memperluas ranah tema: cinta tanah air, petualangan, kepahlawayang, patriotisme, dan lain-lain. Hal yang selayaknya menjadi catatan pengajar ialah: implementasi strategi “Re-Kreasi” berdasarkan persamaan tema atau pengembangan tema menuntut pengajar berpandangan luas, adil, dan bersikap “ngemong” dan dapat membimbing, memandu, mengajak, serta mengarahkan siswa mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Selain itu, sebaiknya pengajar memiliki pengalaman menulis puisi dan memiliki dasar-dasar apresiasi puisi yang memadai.
b).   Implementasi Strategi “Re-kreasi” berdasarkan Nada Puisi Nada puisi ialah cara penyair mengungkapkan pikiran dan perasaannya (Jacob  Sumardjo, 1986). Nada tulisan mengungkapkan keadaan jiwa atau suasana hati penulisnya.  Setiap puisi yang ditulis oleh penyair tentu memiliki nada yang khas, sesuai dengan keadaan penyair bersangkutan. Perasaan kagum itu diungkapkannya dengan pelukisan detail-detail keindahan. Pengungkapan detail-detail keindahan alam dilakukan oleh penyair seperti kerja seorang kameramen yang menyorot detail-detail keindahan alam. Berpangkal tolak dari sikap mengangumi alam tersebut, pengajar menugasi siswa untuk ‘mengabadian’ berbagai
perasaan ke dalam puisi. Guru memberikan ruang dan kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengeksplorasi berbagai sikap berdasarkan implmentasi strategi “Re-kreasi”. Dengan strategi “Re-kreasi” berdasarkan nada puisi lain, siswa dapat secara leluasa bersikap. Sikap-sikap yang diekspresikan
oleh siswa merupakan manifestasi berbagai sikap siswa dalam menghadapi berbagai peristiwa nyata. Implementasi strategi “Re-kreasi” berdasarkan nada puisi lain dapat mendukung peningkatan empat keterampilan berbahasa dan mendukung pengembangan daya cipta, kreativitas, dan dapat memperkokoh pembentukan watak yang secara kultural, ideologis, dan pragmatis amat berguna bagi pembentukan pribadi paripurna.
c)  Implementasi Strategi “Re-kreasi” Berdasarkan Suasana Puisi.
Suasana dalam konteks ini mengandung pengertian ‘perasaan penyair’ pada saat menulis puisi  menyiratkan bagaimana suasana perasaan terpesona terhadap alam. Berdasarkan suasana yang sama (atau berbeda) pengajar dapat merancang implementasi strategi “Re-kreasi”. Guru dapat merancang
pembelajaran menulis kreatif puisi berdasarkan rasa kagum kepada pemimpin, tokoh-tokoh masyarakat, pahlawan, dan lain-lainnya.
1)  Implementasi Strategi “Re-kreasi” Berdasarkan Latar Puisi  Latar berhubungan dengan segala eterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Latar dalam puisi berupa keadaan sosial, sejarah, dan  sebagainya yang menjelaskan terjadinya sesuatu. Sebagai variasi, pengajar dapat mengarahkan siswa untuk melaksanakan “Re-Kreasi” (penciptaan kembali) berlatar kota-kota di Indonesia atau yang terdekat dengan lokasi pembelajaran berlangsung. Puisi sebagai karya kemanusiaan yang kreatif, imajinatif, dan sugestif dapat berfungsi memberikan pengaruh positif
terhadap cara berpikir orang mengenai baik dan buruk, mengenai benar dan salah, dan mengenai cara hidupnya sendiri serta bangsanya. Pembelajaran penulisan  kreatif puisi sebagai sarana pembentukan pribadi, baik diarahkan pada upaya pembentukan watak dan pribadi yang kreatif berbasis engembangan emosi dan spiritual. Sebagai tindak lanjut implementasi strategi “Re-kreasi”, sebagai penambah pengalaman individu, pengajar dapat memilih dan memilah bahan berupa puisi yang bercorak
lirik, epik, atau dramatik. Puisi berjenis lirik dikenal puisi yang tergolong kognitif, afektif, dan ekspresif. Dalam puisi epik dikenl puisi berupa epos, fabel, dan balada. Dalam puisi dramatik dikenal ode, himne, elegi, satir, dan parodi. Bahan-bahan itu dapat dilatihkan dan pembelajar melakukan eksplorasi seluas-luasnya. Dalam pengimplementasian strategi “Re-kreasi” dapat ditempuh tahap (1) penjelajahan, (2) tahap interpretasi, dan (3) tahap rekreasi. 2).   Pohon Kata Beberapa hal yang harus dicermati saat menulis puisi adalah sebagai berikut:


a). Tema 
Tema merupakan ide pokok dari puisi yang akan menjadi inti puisi dan kehadirannya sangat penting.
Kita tetapkan tema yang akan kita jadikan puisi. Tema bisa kita ambil dengan cara mengamati hal-hal yang ada di lingkungan kita,pengalaman hidup, peristiwa yang kita alami, misal, kebakaran, kelautan, sosok ibu atau kekeringan hutan,dll b). Membuat pohon kata Membuat gambar sket pohon dengan beberapa anak cabang yang ujungnya berdaun. Setelah kita tetapkan tema, misal tentang” kekeringan hutan”.kita buat sket/ gambar sebuah pohon yang bercabang banyak Mendata kata dari kata hutan Kata “hutan” kita jabarkan dengan beberapa kata yang berkaitan dengan hutan tersebut. Misal : gersang, gundul, kering, ranting, hijau, rusak, sejuk, longsor, gugur,daun,tanah, hujan, kemarau, dll
Menulis kata. Kata-kata tersebut kita tulis pada daun-daun dalam gambar atau bisa juga untuk menarik
anak-anak( misal yang akan belajar ini anak sekolah) kata-kata yang ada kaitannya dengan karakter
kekeringan yang telah kita data tadi kita tulis dalam guntingan berbentuk daun. Selanjutnya, daun-daun
tadi tempelkan pada cabang pohon tersebut. Cabang satu dengan kata kering, cabang  dua dengan kata
gersang , cabang tiga dan seterusnya. Mendeskripsikan setiap kata menjadi kalimat indah. Setiap kata kita deskrisikan menjadi kalimat indah, misal: kering kerontang wajahmu kini rantingmu terpangkas oleh tangan-tangan jahil dsb.

d).  Diksi
Diksi adalah pilihan kata yang tepat sesuai dengan perasaan penulis.Kata yang digunakan bersifat
konotatif yang artinya mempunyai makna lebih dari satu dan puitis yang   berarti dapat memberi efek
keindahan pada puisi tersebut, kata-kata yang lain yang sehari-hari kita gunakan. Jadi, puisi yang telah
dibuat tersebut permaklah dengan diksi yang dapat menimbulkan kesan indah.
e).  Rima
Rima bisa disebut persajakan atau persamaan bunyi.
Penggunaan rima sangat mendukung keindahan puisi. Suasana hati. Ada dua  bunyi yang dapat dipakai untuk memperindah bunyi puisi yaitu aliterasi dan  asoyangsi.  Alitersi adalah bunyi indah yang dihasilkan dari persamaan huruf mati atau konsonan. Sedangkan asoyangsi  , bunyi merdu yang dihasilkan dari perpaduan huruf hidup atau vokal.
f).   Gaya bahasa
Memilih gaya bahasa yang sesuai sehingga puisi lebih indah dan enak dinikmati. Gaya bahasa yang
digunakan dapat personifikasi atau metafora. Misal, hati teriris meyanggis atau sang raja siang tersenyum menyapa
g).   Tipografi
Dengan  tipografi yang sesuai, puisi akan indah karena tata letak yang indah pula. Selain langkah-langkah di atas, cara lain yang dapat dilakukan dalam menulis puisi adalah sebagai berikut:

a.  Tentukan gaya  dan tipe puisi
1)  Puisi epik, yakni suatu puisi yang di dalamnya  mengandung cerita kepahlawanan, baik kepahlawayang yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah. Puisi epik dibedakan menjadi folk epic, yakni jika nilai akhir puisi itu untuk dinyanyikan, dan literary epic, yakni jika nilai akhir puisi itu untuk dibaca, dipahami, dan diresapi makyangya.
2)  Puisi naratif, yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita, menjadi pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu cerita. Jenis puisi yang termasuk dalam jenis puisi naratif ini adalah balada yang dibedakan menjadi folk ballad dan literary ballad. Ini adalah ragam puisi yang berkisah tentang kehidupan manusia dengan segala macam sifat pengasihnya, kecemburuan, kedengkian, ketakutan, kepedihan, dan keriangannya. Jenis puisi lain yang termasuk dalam puisi naratif adalah poetic tale, yaitu puisi yang berisi dongeng-dongeng rakyat.
3)  Puisi lirik, yakni puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana  batin yang melingkupinya. Jenis puisi lirik umumnya paling banyak terdapat dalam khazanah sastra modern di Indonesia. Misalnya, dalam puisi-puisi Chairil Anwar,
Sapardi Djoko Damono, dan lain-lain.
4)  Puisi dramatik, yakni salah satu jenis puisi yang secara  objektif menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat lakuan, dialog, maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu. Dalam puisi dramatik dapat saja penyair berkisah tentang dirinya atau orang lain yang diwakilinya lewat monolog. 5)  Puisi didaktik, yakni puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan yang umumnya ditampilkan secara eksplisit. 6)  Puisi satirik, yaitu puisi yang mengandung sindiran atau kritik
tentang kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun suatu masyarakat
 7)  Romance, yakni puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap sang kekasih.
8)  Elegi, yakni puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih dan kedukaan seseorang.
9)  Ode, yakni puisi yang berisi pujian terhadap seseorang yang memiliki jasa ataupun sikap kepahlawanan.
10)  Hymne, yakni puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air.

b. Tentukan Tema dan Judul.
Tema adalah pokok pembahasan yang mendasari puisi. Untuk mendapatkan tema, kita bisa memancingnya dengan menggunakan pertanyaan, Puisi ini membicarakan tentang apa? Apakah tentang
keindahan alam, kecantikan seseorang, protes sosial, dan lain-lain. Pilihlah satu tema yang kita inginkan sebagai acuan dalam membuat puisi agar puisi kita lebih menarik. Tema puisi banyak sekali. Jadi, sebisa mungkin pilihlah tema yang benar-benar menarik. Setelah menentukan tema langkah selanjutnya
menentukan judul yang berpacu pada tema. Tema puisi tersebar begitu banyak di sekitar kita. Kita tinggal mengamati dan menajamkan kepekaan. Seorang penulis puisi yang peka, ia tidak akan kehabisan akal untuk menemukan sebuah tema.

c. Gunakan Gaya Bahasa
Langkah-langkah dalam menulis puisi adalah dengan menggunakan gaya bahasa, salah satunya adalah majas Asosiasi (contoh: bagai disambara petir, bagai teriris sembilu)
1)  Personifikasi (contoh: air mengamuk, hujan menyerbu)
2)  Hiperbola (contoh: setinggi langit, tinggal kulit pembungkus tulang)
3)  Litotes (contoh: bantuan yang tak berarti ini, terimalah walau tak seberapa) 
4)  Ironi (contoh: peduli sekali dia,  sehingga tak satu rupiahpun dikeluarkan untuk membantu)
5) Metafora, yakni pengungkapan yang mengandung makna secara tersirat untuk mengungkapkan acuan makna yang lain selain makna sebenarnya, misalnya, “cemara pun gugur daun”
mengungkapkan makna “ketidakabadian kehidupan”.
6) Metonimia, yakni pengungkapan dengan menggunakan suatu realitas tertentu, baik itu nama orang, benda, atau sesuatu yang lain untuk menampilkan makna-makna tertentu. Misalnya, “Hei!
Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu”. “Kuntum bunga” di situ mewakili makna tentang remaja yang sedang tumbuh untuk mencapai cita-cita hidupnya.
7) Anafora, yakni pengulangan kata atau frase pada awal dua larik puisi secara berurutan untuk penekayang atau keefektifan bahasa.
8) Oksimoron, yaitu majas yang menggunakan penggabungan kata yang sebenarnya acuan maknanya bertentangan. Misalnya: kita mesti berpisah. Sebab sudah terlampau lama bercinta.



d. Aspek yang Diperhatikan Saat Menulis Puisi
1)  Bait, yakni satuan yang lebih besar dari baris yang ada dalam puisi. Bait merujuk  pada kesatuan larik yang berada dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait) lainnya. Dalam puisi, keberadaan bait sebagai kumpulan larik tidaklah mutlak. Bait-bait dalam puisi
dapat diibaratkan sebagai suatu paragraf karangan yang paragraf atau baitnya telah mengandung pokok-pokok pikiran tertentu.
2)  Rima, menyangkut pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan.
3)  Irama, yakni paduan bunyi yang menimbulkan unsur
musikalitas, baik berupa aluyang tinggi-rendah, panjang-pendek, dan kuat-lemah yang keseluruhannya mampu menumbuhkan kemerduan, kesan suasana, serta nuansa makna tertentu. Timbulnya irama itu, selain akibat penataan rima, juga akibat pemberian aksentuasi dan intonasi maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral.

e.  Kembangkan Puisi Seindah Mungkin.
Langkah-langkah dalam membuat puisi yang baik selanjutnya adalah mengembangkan semua langkah di atas menjadi puisi yang indah. Susun kata-kata, larik-larik puisi menjadi bait-bait. Kembangkan menjadi satu puisi yang utuh dan bermakna.  Ingat puisi bukanlah artikel. Tulisan yang kita buat untuk puisi harus ringkas padat sekaligus indah. Pilihlah kata yang sesuai yang mewakili unsur keindahan sekaligus makna
yang padat. Kita harus mengingat tiga hal yang berkaitan dengan kata dan larik dalam menulis puisi yaitu:
1)  Kata adalah satuan rangkaian bunyi yang ritmis atau indah, atau yang merdu.
2)  Makna kata bisa menimbulkan banyak tafsir.
3)  Mengandung imajinasi mendalam tentang hal yang dibicarakan

 Rangkuman
Ada dua jenis puisi yaitu puisi lama dan baru. Jenis puisi lama diantaranya adalah pantun
1.  Pantun
                Pantun merupakan puisi melayu lama asli indonesia yang terdiri dari sampiran dan isi dengan rima a-b-a-b. Struktur, pantun dibangun atas ciri bait, larik (baris), rima, sampiran, dan isi. Selain ciri tersebut, pantun juga mementingkan irama pada waktu pengucapan atau penyampaiannya.
Pantun mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) tiap bait terdiri atas empat baris kalimat,
2) tiap baris terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata,
3) baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi, sampiran melukiskan alam dan kehidupan sedangkan isi pantun berkenaan dengan maksud pemantun,
4) bersajak silang atau a-b-a-b, artinya bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keempat, 5) pantun digunakan untuk pergaulan.
Jenis pantun: nasihat, jenaka, teka-teki, dan kiasan Beberapa langkah dalam  menulis pantun adalah; membuat topik atau tema, membuat isinya, membuat sampirannya, dan menghitung jumlah suku kata setiap barisnya.
2.  Puisi
Puisi merupakan kritik kehidupan dan luapan perasaan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan kata-kata terbaik dan terindah, dan yang bersifat intuitif, imajinatif dan sintetik. Dalam puisi terdapat struktur batin dan fisik. Hal yang termasuk struktur batin adalah; tema, nada, rasa, dan amanat. Sedangkan struktur fisik adalah; diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, ferivikasi,
tifografi, dan sarana retorika.
Unsur-unsur intrinsik dalam puisi adalah; nilai sosial, agama, budaya, moral, ekonomi, dan nilai psikologi. 
Ada lima hal yang perlu mendapat perhatian dalam mencipta puisi yaitu: (1) konsentrasi, (2) inspirasi, (3) pengimajian, (4) keyakinan, dan (5) lagu.
                Menulis puisi dapat terjadi dengan efektif jika dapat menerapkan strategi-strategi menulis puisi  yang dapat memberikan peluang kepada kita untuk lebih aktif, kreatif, dan inovatif. Strategi yang dipilih diharapkan mempunyai keyakinan  bahwa dirinya mampu belajar, dan dapat memanfaatkan potensi  seluas-luasnya.
Langkah-langkah menulis puisi:
1.  Menggunakan gaya bahasa
2.  Bait, rima, dan irama
3.  Kata untuk kalimat
4.  Kata dalam bait
5.  Suasana untuk memperindah menulis puisi
6.  Temukan nada
7.  Re-kreasi
Cara lain yang dapat dilakukan dalam menulis puisi adalah:
1.  Tentukan gaya dan tipe puisi
2.  Tentukan tema dan judul
3.  Gunakan gaya bahasa
4.  Aspek yang diperhatikan dalam menulis puisi
5.  Kembangkan puisi seindah mungkin




DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rani, Supratman. 2006. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Badrun, Ahmad. 1989. Teori Puisi. Jakarta: Depdikbud.
Broto, A. S. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
Depdikbud. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Effendy, M. Ruslan. 1983. Selayang Pandang Kesusastraan Indonesia. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Ghawa, John. 2006. Kebijakan dalam 1001 Pantun. Cetakan 2. Jakarta: Kompas Media Nusantara
Iswanto Wahyudi, 2008, Pengantar Teori Sastra. Penerbit: Grasindo
Kuningan. 2012. Pengertian Puisi, (Online)(http://variasi99.blogspot.com/2012/03/pengertia
n-puisi.html), diakses 5 Februari 2016.
Membaca sastra: Pengantar memahami sastra untuk perguruan tinggi oleh  Melani Budianta dkk. Indonesia tera di Jogjakarta. (2008).
Suharianto, S. 1981. Pengantar Apresiasi Puisi.Surakarta: Widya Duta
Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Suyatno, S. Sasmito, AJ dan Yetti, E. 2003.  Antologi Puisi Indonesia Modern Anak-anak. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Surana. 2001. Pengantar Sastra Indonesia. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.


GLOSARIUM


Afektif
:
berkenaan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat, penerimaan atau penolakan terhadap  sustu objek
amanat
:
  suatu ajaran moral yang ingin disampaikan pengarang
audible
:
  tanda yang dapat didengar pada keterampilan berbicara
diagram
:
  lambang-lambang tertentu yang dapat digunakan untuk menjelaskan   sarana, prosedur, serta kegiatan yang biasa dilaksanakan dalam suatu sistem. disebut juga bagan
Drama
:
berasal dari bahasa yunani yang berarti perbuatan atau gerakan
drama heroik 
:
jenis tragedi berlebihan dalam model drama  inggris
drama tragedi 
:
sebuah permainan dengan akhir yang menyedihkan

:
jenis permainan yang menyenangkan dari masalah sosial atau moral tertentu sehingga membuat orang berpikir cerdas.
drill & practice 
:
praktik dan latihan
Fakta
:
sesuatu yang nyata berdasarkan data-data yang terlihat dan  merupakan peristiwa yang ada dan benar-benar  telah terjadi berdasarkan bukti-bukti yang kuat
grafik  
:
lukisan pasang surut suatu keadaan dengan garis atau  gambar
ciri, sifat diri, akhlak atau budi pekerti,
:
seseorang yang dalam hal ini adalah peserta didik
konvensi
:
Kesepakatan
media audiovisual 
:
jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, misalnya, rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan  sebagainya. kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua
media auditif 
:
media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya  memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.
media realita 
:
semua media nyata yang ada di lingkungan alam, baik digunakan dalam keadaan hidup maupun sudah diawetkan. media-media yang terdapat di  lingkungan sekitar, ada yang berupa benda-benda atau peristiwa yang langsung dapat kita pergunakan sebagai sumber belajar media visual  media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara.
Contoh mediaVisual

film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan  sebagainya.
melodrama

hubungan yang rendah dari sebuah tragedi
motivasi ekstrinsik     

motivasi yang bersumber dari luar diri peserta didik
motivasi intrinsik        

motivasi yang bersumber dari dalam diri peserta didik
operasional formal   

tahap di mana anak dapat berfikir dengan cara yang
lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik
Opini

pendapat seseorang tentang sesuatu masalah yang berisi ide
Outline

Kerangka
pantun

puisi melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam asyarakat
paradimatik

relasi antarmakna secara vertikal antarkata yang menduduki gatra sintaktis yang sama dan saling menggantikan dalam konteks tertentu
pembelajaran

proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
point of view 

cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang  membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca
pra-operasional

tahap perkembangan anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dari berbagai gambar
produktif

bersifat menghasilkan produk dalam hal keterampilan   berbahasa, contohnya keteampilan berbicara dan menulis.



metode  proyek
:
metode yang memberikan kesempatan kepada siswa yang seluas-luasnya untuk mengamati, membaca, meneliti, menghubungkan dan mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh dari berbagai mata pelajaran
puisi alegori 
:
puisi yang sering-sering mengungkapkan cerita
puisi demonstrasi 
:
menyarankan pada puisi-puisi taufiq ismail dan mereka yang oleh jassin disebut angkatan 66
puisi deskriptif 
:
penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap keadaan/peristiwa,  benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatian penyair
puisi diafan 
:
puisi polos
puisi fisikal 
:
bersifat realistis artinya menggambarkan kenyataan apa adanya
puisi inspiratif 
:
diciptakan berdasarkan mood atau passion
puisi konkret 
:
puisi yang bersifat visual
puisi lama 
:
puisi yang terikat oleh aturan-aturan
puisi lirik 
:
puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang melingkupinya
puisi metafisikal 
:
puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan dan merenungkan tuhan
puisi naratif 
:
puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita, dengan pelaku, perwatakan, setting
puisi obyektif 
:
puisi yang mengungkapkan hal-hal di luar diri penyair itu
puisi pamfet 
:
menggunakan protes sosial
puisi parnasian 
:
diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh inspirasi karena adanya mood dalam jiwa penyair
puisi platonik 
:
puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan
puisi prismatis 
:
penyair mampu menyelaraskan kemampuan menciptakan majas, versifikasi, diksi, dan pengimajian 
puisi subyektif   
:
puisi personal, yakni puisi yang mengungkapkan
gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair sendiri
rangkuman
:
  bentuk tulisan singkat yang disusun dengan alur dan sudut pandang yang bebas, tidak perlu memberikan isi dari seluruh karangan secara proporsional. disebut juga ikhtisar
refleksi
:
  sebagai jawaban suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar struktur batin  istilah hakikat puisi
struktur lahir puisi 

metode puisi dan struktur fisik puisi

universal

ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia