a. Pengertian Ragam Bahasa
Sebagai gejala sosial, pemakaian bahasa tidak hanya
ditentukan oleh faktor-faktor kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor di
luar kebahasaan. Faktor-faktor di luar kebahasaan yang berpengaruh
terhadap pemakaian bahasa antara lain faktor lokasi geografis, waktu,
sosiokultural, dan faktor situasi. Adanya faktor-faktor tersebut menimbulkan
perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa.
Perbedaan tersebut akan tampak dalam segi pelafalan, pemilihan kata,
dan penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan atau varian dalam bahasa yang masing-masing menyerupai
pola umum bahasa induk disebut ragam bahasa.
Ragam bahasa yang
berhubungan dengan faktor daerah atau letak geografis atau sering disebut
dialek saja. Bahasa jawa dialek Banyumas berbeda dengan bahasa Jawa dialek Solo walaupun
keduanya satu bahasa. Demikian pula Bahasa Sunda dialek Priangan berbeda
dengan bahasa Sunda dialek Banten, bahasa Melayu dialek Jakarta berbeda dengan
bahasa Melayu dialek Manado dan berbeda
pula dengan bahasa Melayu dialek Deli.
Ragam bahasa yang
berkaitan dengan perkembangan waktu disebut kronolek. Misalnya, bahasa Melayu
masa kerajaan Sriwijayaberbeda dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul
Kadir Munsji dan berbeda pula dengan bahasa Melayu Riau sekarang.
Ragam bahasa yang
berkaitan dengan golongan sosial para penuturnya disebut dialek sosial.
Faktor-faktor sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa antara lain tingkat
pendidikan, usia,
dan tingkat sosial ekonomi. Bahasa golongan buruh, bahasa golongan atas
(bangsawan dan orang-orang berada), dan bahasa golongan menengah (orang-orang
terpelajar) akan memperlihatkan perbedaan.
Dalam bidang tata bunyi, misalnya, bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir
/-ks/ sering terdapat dalam ujaran kaum yang berpendidikan seperti pada bentuk
fadil, fakultas, film, fitnah, dan kompleks.
Bagi orang yang tidakdapat menikmati pendidikan formal, bentuk-bentuk
tersebut sering diucapkan padil,
pakultas, pilm, pitnah, dan komplek. Demikian pula, ungkapan “apanya, dong?”
dan “trims” yang
disebut bahasa prokem sering diidentikkan dengan bahasa anak-anak muda.
b. Keberagaman Bahasa Indonesia
Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut berpengaruh pada
timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam itu
masih tetap disebut “bahasa Indonesia” karena masing-masing berbagi intisari
bersama yang umum.
1) Ragam Bahasa Menurut Daerah
Ragam daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek.Bahasa
yang mengenal luas selalu mengenal logat. Masing- masing dapat dipahami secara
timbal balik oleh penuturnya,
sekurang-kurangnya oleh penutur dialek yang daerahnya berdampingan. Jika di
dalam wilayah pemakaiannya orang tidak mudah berhubungan, misalnya karena
tempat keadiamannya dipisahkan oleh pegunungan, selat, atau laut, maka lambat
laun logat itu dalam perkembangannya akan banyak berubah sehingga
akhirnya dianggap bahasa yang berbeda.
2) Ragam Bahasa Menurut
Pendidikan Formal
Ragam bahasa menurut pendidikan
formal, menunjukkan perbedaan yang jelas antara kaum yang berpendidikan
formal dan yang tidak. Tata bunyi bahasa Indonesia golongan yang kedua itu
berbeda dengan fonologi kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan gugus konsonan
akhir /-ks/, misalnya, sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak
bersekolah atau hanya berpendidikan rendah.
3) Ragam Bahasa Menurut Sikap
Penutur
Ragam bahasa menurut sikap
penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia yang masing-masing pada
asasnya tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini, yang dapat disebut
langgam atau gaya, pemilihannya bergantung pada sikap penutur terhadap orang
yang diajak berbicara atau penbacanya. Sikapnya itu dipengaruhi, antara lain
oleh umur dan kedudukan yang disapa, tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan
yang hendak disampaikannya, dan tujuan penyampaian informasinya.
c. Ragam bahasa menurut jenis
pemakaiannya
Ragam bahasa dapat dirinci menjadi tiga macam:
1) Berdasarkan pokok
persoalannya, ragam bahasa dibedakan menjadi:
a) ragam bahasa undang-undang,
b) ragam bahasa jurnalistik,
c) ragam bahasa ilmiah,
d) ragam bahasa sastra,
e) ragam bahasa sehari-hari.
2) Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan menjadi:
a) ragam lisan meliputi : (1) ragam bahasa cakapan, (2) ragam bahasa pidato, (3) ragam bahasa kuliah,
(4) ragam bahasa panggung;
b) ragam tulis meliputi : (1) ragam bahasa teknis, (2) ragam bahasa undang-undang, (3) ragam bahasa catatan, (4) ragam bahasa surat.
3) Ragam bahasa menurut hubungan antarpembiacara dibedakan
menjadi:
a) ragam bahasa resmi,
b) ragam bahasa santai,
c) ragam bahasa akrab.
d. Ragam Baku dan Ragam Tak Baku
Situasi resmi yang menuntut pemakaian ragam baku tercermin dalam
situasi berikut ini.
1) Komunikasi resmi, yakni dalam
surat-menyurat resmi, surat-menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang
dikeluarkan oleh instansi-instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi,
perundang-undangan, dan sebagainya.
2) Wacana teknis, yakni dalam
laporan resmi dan karya ilmiah.
3) Pembicaraan di depan umum,
yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah, dan sebagainya.
4) Pembicaraan dengan orang yang
dihormati.
Ragam bahasa baku
merupakan ragam orang yang berpendidikan.
Ragam baku memiliki kaidah-kaidah paling lengkap diperikan jika
dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain. Ragam itu tidak saja ditelaah dan
diperikan, tetapi juga diajarkan di sekolah. Ragam itulah
yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan
dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Kebakuannya itu tidak dapat
berubah
setiap saat.
Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendikiaannya.
Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang
lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan
masuk akal. Proses pencendikiaan bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu
dan teknologi modern, yang kini umumnya masih bersumber pada bahasa asing.
Bahasa baku mendukung empat fungsi, yakni sebagai berikut.
a) Fungsi Pemersatu
Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu.
Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat
bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan
seluruh masyarakat itu.
b) Fungsi Pemberi Kekhasan
Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku memperbedakan
bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku memperkuat
perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Hal itu
terlihat pada
penutur bahasa Indonesia.
e. Sikap terhadap Bahasa Baku
Sikap terhadap bahasa baku setidak-tidaknya mengandung tiga dimensi,
yaitu (1) sikap kesetiaan bahasa, (2) sikap kebanggaan bahasa, dan (3) sikap kesadaran akan norma
dan kaidah bahasa.
Ketiga sikap tersebut terkait erat dengan keempat fungsi bahasa baku.
f. Bahasa Indonesia yang Baik
dan Benar
Pada peringatan
ke-87 hari Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei 1995 di Jakarta, Kepala
Negara menekankan pentingnya berbahasa
Indonesia yang baik dan benar. Akhir-akhir ini dampak seruan tersebut semakin
terasa. Slogan “Gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar” pada kain
rentang dapat kita temukan di mana-mana. Namun, memasyarakatkannya
ungkapan tersebut belum tentu diikuti
pemahaman yang benar tentang maknanya. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan makna serta
kriteria bahasa yang baik dan bahasa yang benar tersebut.
Kriteria yang
dipakai untuk menentukan bahasa Indonesia yang benar adalah kaidah bahasa.
Kaidah-kaidah bahasa yang dimaksudkan tersebut meliputi aspek (1) tata bunyi,
(2) tata kata dan tata kalimat, (3) tata istilah, (4) tata ejaan, dan (5) tata
makna. Benar tidaknya bahasa Indonesia yang kita gunakan tergantung pada benar tidaknya pemakaian kaidah bahasa. Dengan kata
lain, bahasa Indonesia yang baik dan benar
atau betul adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa
Indonesia.
Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam
bahasa dengan konteks, peristiwa, atau keadaan yang dihadapi.
Orang yang mahir
memilih ragam bahasa dianggap berbahasa dengan baik. Bahasanya membuahkan efek
atau hasil karena sesuai dengan tuntutan situasi. Pemilihan ragam yang cocok
merupakan tuntutan komunikasi yang tak bisa diabaikan begitu saja. Pemanfaatan
ragam bahasa yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian
bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat.
g. Ragam Bahasa Ilmiah
Di bidang ilmu,
keperluan akan bahasa yang khusus dengan peristilahan, pengungkapan, dan
perlambangan yang serba khusus pula, sangat terasa. Hal ini karena ada hubungan
timbal balik antara
kemajuan ilmu dan kemampuan bahasa yang merekam kemajuan itu,
menjelaskannya, dan menyampaikannya kepada pihak lain.
Masyarakat yang tidak mampu merangsang pengembangan ilmu tidak dapat
berharap memiliki bahasa keilmuan. Sebaliknya, ketiadaan bahasa keilmuan akan
menghambat pembiakan suatu generasi ilmuan.
Karena kekhususan dalam langgam dan peristilahan, bahasa keilmuan berbeda
dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, meskipun yang
menjadi dasarnya adalah bahasa baku,
bahasa dalam setiap bidang keilmuan sering memperlihatkan ciri khasnya
masing-masing. Namun, secara umum bahasa keilmuan memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
1) Bahasa ilmu itu harus lugas dan cermat, menghindari segala macam
kesamaran dan ketaksaan (ambiguitas). Lugas artinya langsung mengenai sasaran,
tanpa basa-basi. Cermat artinya berusaha untuk melakukan sesuatu tanpa salah
atau cacat.
2) Bahasa ilmu itu gayanya ekonomis. Artinya, bahasa ilmu berusaha
tidak menggunakan jumlah kata yang lebih banyak daripada yang diperlukan.
Dengan kata lain, bahasa ilmu itu haruslah padat isi dan
bukan padat kata.
3) Bahasa ilmu itu objektif dan berusaha tidak memperlihatkan ciri
perseorangan (gaya impersonal) sehingga wujud kalimatnya sering terlepas dari
keakuan si penulis. Karena itu, dalam tulisan ilmiah
sering kita temukan kalimat-kalimat pasif yang lebih menekankan
peristiwa daripada pelaku perbuatan.
4) Bahasa ilmu itu tidak memlibatkan perasaan (tidak beremosi).
Ilmu itu merupakan hasil pemikiran,
bukan hasil perasaan. Oleh karena itu ragam bahasanya pun lepas dari
perasaan.
5) Bahasa ilmu itu mengutamakan informasi, bukan imajinasi yang menjadi
ciri bahasa kesusasteraan. Dengan kata lain, bahasa ilmu itu mengutamakan makna
denotatif, bukan makna konotatif.
6) Bahasa ilmu itu, khususnya yang teoritis, umumnya dinyatakan dalam
bahasa yang abstrak.
7) Bahasa ilmu itu gayanya tidak meluap-luap atau kedogma-dogmaan.
8) Bahasa ilmu itu cenderung membakukan makna kata, ungkapan, dan gaya
pemeriannya. Bahkan, bisa saja muncul istilah-istilah khusus (jargon) dalam
setiap bidang ilmu.
9) Ditinjau dari sudut perkembangan bahasa, kata dan istilah ilmiah
lebih mantap umurnya daripada kata-kata sehari-hari dalam bentuk, makna, dan
fungsinya.
Rangkuman
1. Ragam bahasa Indonesia.
Ragam yang ditinjau dari sudut pandangan penutur dapat diperinci
menurut patokan daerah, pendidikan, dan sikap penutur. Ragam bahasa Indonesia
terdiri atas ragam lisan dan ragam tulis, ragam
baku dan ragam tidak baku, ragam baku tulis dan ragam baku lisan, ragam
sosial dan ragam fungsional. Variasi bahasa terdiri atas variasi bahasa dari
segi penutur, variasi bahasa dari segi pemakaian, dan variasi bahasa dari segi
keformalan.
Pada ragam bahasa baku tulis diharapkan para penulis mampu menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan Ejaan bahasa yang telah
Disempurnakan (EYD), sedangkan untuk ragam bahasa lisan diharapkan para warga
negara Indonesia mampu mengucapkan dan
memakai bahasa Indonesia dengan baik serta bertutur kata sopan sebagaimana
pedoman yang ada.
CATATAN PENTING:
1. Contoh ragam bahasa:
a. Kami menerima vonis hukuman
yang dibacakan hakim. (hukum)
b. Volume ekspor kelapa sawit
terus mengalami penurunan. (bisnis)
c. Operasi retina matanya akan
dilaksanakan minggu depan. (kedokteran)
d. Rapor semester ganjil harus
menjadi cermin kemajuan prestasi belajar siswa dalam satu semester.
(pendidikan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar