Bahasa adalah
sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat
pemakaianya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu
seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainnya. Bahasa sendiri berfungsi
sebagai sarana komunikasi serta sebagai integrasi dan adaptasi. Tarigan (1989:4) memberikan dua
definisi bahasa adalah suatu sistem yang
sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif.
Bahasa adalah
seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer. Adapun
menurut Owen dalam Stiawan (2006:1)
menjelaskan definisi bahasa yaitu
language can be defined as a socially shared combinations of those
symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat
didefinisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional
untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan
kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
Bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial
untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana:
1983). Ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa yaitu: (1) bahasa adalah sebuah
sistem, (2) bahasa berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa
itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat
konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal,
(9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu
bersifat dinamis, dan (12) bahasa itu manusiawi.
a. Bahasa itu adalah Sebuah
Sistem
Sistem
berarti susunan teratur berpola yang
membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem terbentuk oleh
sejumlah unsur yang satu dan yang lain berhubungan secara
fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur
tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan. Sebagai sebuah sistem, bahasa itu bersifat
sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu
pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan
sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (dikenal
dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran
fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran
leksikon. Secara hirarki, bagan subsistem bahasa tersebut sebagai berikut.
b. Bahasa itu Berwujud Lambang
Lambang dengan
berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmu semiotika, yaitu
ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam
semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign), lambang
(simbol), sinyal (signal), gejala (sympton), gerak isyarat (gesture), kode,
indeks, dan ikon. Lambang bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan
langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.
c. Bahasa itu Berupa Bunyi
Kridalaksana
(1983) mengatakan, bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari
getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara.
Bunyi bahasa adalah
bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.
d. Bahasa itu Bersifat Arbitrer
Kata arbitrer bisa
diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Yang
dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara
lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang
dimaksud oleh lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam
dikotominya membedakan apa yang dimaksud signifiant dan signifie.
Signifiant (penanda) adalah
lambang bunyi itu, sedangkan
signifie (petanda) adalah konsep
yang dikandung
signifiant. Bolinger (1975:22)
mengatakan “Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya
itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa
tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata
itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari
bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata
tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apa pun untuk mengetahui
maknanya.
e. Bahasa itu Bermakna
Salah satu sifat
hakiki dari bahasa adalah bahasa itu berwujud lambang. Sebagai lambang, bahasa
melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang
ingin
disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa
itu mempunyi makna. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak
mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa. [kuda], [makan], [rumah], [adil],
[tenang] : bermakna = bahasa [dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak
bermakna = bukan bahasa
f. Bahasa itu Bersifat
Konvensional
Meskipun hubungan
antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi
penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep
tertentu bersifat konvensional.
Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa
lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dilambangkan dengan
bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau
tidak dipatuhinya dan digantikan dengan lambang lain, maka komunikasi akan
terhambat.
g. Bahasa itu Bersifat Unik
Bahasa dikatakan
bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak
dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi,
sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem
lainnya.
h. Bahasa itu Bersifat Universal
Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama
yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri
universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi
bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.
i. Bahasa itu Bersifat
Produktif
Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu
terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat
satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan
sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa
Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita
hasilkan satuan-satuan bahasa:
1) /i/-/k/-/a/-/t/
2) /k/-/i/-/t/-/a/
3) /k/-/i/-/a/-/t/
4) /k/-/a/-/i/-/t/
j. Bahasa itu Bervariasi
Anggota masyarakat
suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial
dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka
bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa
yaitu:
1) Idiolek merupakan ragam
bahasa yang bersifat perorangan;
2) Dialek merupakan variasi
bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau
suatu waktu;
3) Ragam meruapakan variasi
bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam
tidak baku.
k. Bahasa itu Bersifat Dinamis
Bahasa tidak
pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan
manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena
keterikatan dan keterkaitan bahasa itu
dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan
manusia itu selalu
berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi
dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru,
peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.
l. Bahasa itu Manusiawi
Alat komunikasi
manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat tetap atau
statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat
produktif dan dinamis.
Oleh sebab itu, bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya
milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar