Tata
Bahasa Fungsional (Functional Grammar) merupakan nama
sekumpulan teori linguistik yang secara umum dapat digolongkan ke dalam
linguistik fungsional (linguistic functionalism), termasuk di
dalamnya functional discourse grammar yang dikembangkan oleh
linguis Belanda Simon Dik dan systemic functional grammar yang
dikembangkan oleh linguis Inggris Michael A. K. Halliday.
Secara umum, tata bahasa fungsional
(TBF) adalah teori yang berusaha menjelaskan susunan bahasa alamiah dari segi
fungsionalitasnya. Karena hal itulah, maka pengembangan teori ini memusatkan
perhatiannya pada tiga hal yang saling berkait, yaitu:
(1)
fungsionalitas bahasa alamiah,
(2)
fungsionalitas relasi yang terjadi pada berbagai tingkatan susunan tata bahasa,
dan
(3)
sasaran yang ingin dicapai, yaitu keterpakaian teori ini sebagai alat analisis
atas berbagai aspek bahasa dan pemakaian bahasa.
Untuk merealisasikan hal-hal di
atas, pengembangan teori-teori TBF harus memenuhi tiga standar kecukupan,
yaitu:
1. Kecukupan
tipologis. Artinya, aturan dan prinsip-prinsip teori ini harus dapat
diterapkan dalam bahasa alamiah manapun.
2. Kecukupan
pragmatis. Artinya, rumusan apapun yang dikemukakan oleh teori ini
harus dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana ungkapan-ungkapan
kebahasaan dapat secara efektif dipakai dalam interaksi komunikatif.
3. Kecukupan
psikologis. Artinya, apapun yang dikemukakan oleh TBF harus sesuai
dengan hal-hal yang telah diketahui mengenai mekanisme pemrosesan psikologis
yang terjadi dalam pemakaian bahasa alamiah.
Karena gagasan mengenai
fungsionalitas menempati posisi yang sangat penting dalam TBF, maka aturan dan
prinsip-prinsip TBF dirumuskan dalam terma-terma fungsional. Dalam TBF ada tiga
tingkatan fungsi yang menjadi pokok perhatian, yaitu:
1. Fungsi
Semantik (Pelaku [Agent], Pasien [Patient], Penerima [Recipient],
dsb.). Fungsi ini mendefinisikan peranan yang dimainkan oleh peserta dalam
suatu peristiwa atau perbuatan sebagaimana ditunjukkan oleh predikat.
2. Fungsi
Sintaktik (Subjek dan Objek). Fungsi ini mendefinisikan bagaimana
sudut pandang suatu peristiwa atau perbuatan diwujudkan dalam ungkapan-ungkapan
kebahasaan.
3. Fungsi
Pragmatik (Tema dan Ekor [Tail], Topik dan Fokus). Fungsi ini
mendefinisikan status informasi konstituen ungkapan-ungkapan kebahasaan dan
menghubungkan ungkapan-ungkapan yang ada dalam diskursus/wacana yang sedang
berlangsung itu dengan status Pengujar (Speaker) dan Penerima
Ujaran(Addressee) dalam interaksi verbal yang sedang berlangsung.
Agar dapat digunakan sebagai
alat analisis atas berbagai aspek bahasa
dan penggunaan bahasa, maka TBF berupaya sekaligus untuk memaksimalkan tingkat
kecukupan tipologis dan miminimalkan tingkat abstraksi analisis linguistiknya. Upaya ini dilakukan dengan mengurangi tingkat
abstraksi (aturan, cara kerja, atau prosedur), sehingga jarak antara struktur
yang dipostulasikan dalam suatu bahasa tertentu berdasarkan teori ini dengan
ungkapan-ungkapan kebahasaan aktual yang disusun dengan menggunakan terma-terma
struktur ini dapat dipersempit.
Pembatasan
abstraksi dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip berikut:
1.
Menghindari transformasi (dalam arti operasi perubahan struktur);
2.
Menghindari elemen-elemen kosong dalam struktur utama yang tidak mendapatkan
ekspresi;
3.
Menolak perangkat penyaring (filter devices);
4. Tidak
menerapkan dekomposisi leksikal yang abstrak (sebagai gantinya, relasi semantik
antarkata dilakukan melalui definisi makna.)
Eki
Qushay Akhwan
29 Januari 2011