Sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dan
sejak Indonesia Merdeka Tanggal 17 Agustus 1945, bahasa Indonesia telah
menjalankan fungsi sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Fungsi
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah sebagai lambang identitas
bangsa, lambang kebanggaan bangsa, sebagai alat perhubungan, dan sebagai alat
pengembangan IPTEKS. Fungsi bahasa
Indonesia kedudukannya sebagai bahasa negara adalah sebagai bahasa kenegaraan,
sebagai bahasa pengantar di sekolah dari taman kanak-kanak sampai di Perguruan
Tinggi. Fungsi-fungsi bahasa Indonesia
tersebut pada umumnya telah terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Sejak
Indonesia merdeka perkembangan bahasa Indonesia semakin pesat dimulai dengan
menjalankan fungsi-fungsinya sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
Kemudian, beberapa kali ejaan bahasa Indonesia diperbarui mulai dari Ejaan
Republik atau Ejaan Soewandi sampai dengan Ejaan yang Disempurnakan yang
dipakai sekarang. Adanya Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Tata Bahasa Baku Ba hasa Indonesia, dan tahun 2008 diluncurkan Peta Bahasa di Indonesia
Penggunaan
bahasa Indonesia telah maksimal digunakan orang Indonesia mulai dari Sabang
sampai Merauke. Penggunaannya, tentu saja dipengaruhi oleh bahasa daerah sehingga terjadi keberagaman bahasa
Indonesia. Selain itu, tingkatan usia juga turut memengaruhi bahasa Indonesia.
Remaja
salah satu tingkatan usia pengguna bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang
digunakan oleh remaja di Indonesia disebut ragam gaul. Ragam gaul ini memiliki karakteristis
tersendiri, meskipun bahasa gaul ini adalah bahasa Indonesia yang dimodifikasi
sedemikian rupa. Remaja sangat senang (enjoy)
menggunakan bahasa gaul ini. Alasannya, untuk kerahasian komunikasi sesama
remaja agar orang lain tidak mengetahui pembicaraan mereka, untuk aksi-aksian
atau untuk gaya-gayaan. Mereka menganggap bahasa gaul lebih aksi dan gaya
dibandingkan dengan bila menggunakan bahasa Indonesia baku. Hebatnya, lagi
kamus ragam gaul sudah terbit sampai jilid ke-3. Sebagai contoh ragam gaul,
kata ibu diganti nyokap, kata
bapak diganti bokap, bro (teman dekat) coy (teman), lalo (lambat loading).
Penggunaan ragam gaul bagi remaja ini terbawa ketika mereka belajar di
sekolah yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal
ini terlihat dari tugas-tugas mereka, percakapan mereka di kelas bahkan
berbicara dengan guru, ragam gaul
tersebut mereka pakai. Akibat adanya ragam gaul ini menjadikan remaja tidak
berdisiplin menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini terbawa ketika mereka
memasuki bangku kuliah di Perguruan Tinggi. Apabila kondisi ini dibiarkan maka
para remaja tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar terutama dalam kegiatan-kegiatan ilmiah.
Selain bahasa gaul, ada bahasa
daerah yang memengaruhi penggunaan bahasa Indonesia remaja Indonesia. Bahasa
daerah yang ada di Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat
Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia memberitakan bahwa ada sekitar 600
bahasa daerah yang ada di Indonesia. Banyaknya bahasa daerah ini jelas
memengaruhi pengguna bahasa Indonesia. Akibatnya, pengguna bahasa Jawa akan
dipengaruhi bahasa Jawa ketika berbahasa Indonesia, pengguna bahasa Makassar
akan dipengaruhi bahasa Makassar ketika berbahasa Indonesia. Demikian pula pengguna
bahasa daerah-daerah yang ada di daerah-daerah lainnya akan terpengaruh dengan
bahasa setempat.
Teknologi modern seperti televisi, hand phone, internet juga sangat
mempengaruhi bahasa remaja. Televisi banyak menyiarkan berita dan peristiwa
dengan menggunakan istilah yang diambil dari bahasa asing. Demikian pula hand phone dan internet banyak
menggunakan istilah-istilah berbahasa Inggris, misalnya darling, enjoy, you, download, dan lain-lain.
Tak dapat dipungkiri bahwa bahasa
memiliki variasi-variasi. Gleason (dalam Cahyono, 1995:410) menyatakan bahwa
bahasa memiliki variasi. Kevariasian bahasa itu timbul sebagai akibat dari
kebutuhan penutur yang memilih bahasa yang digunakan agar sesuai dengan situasi
konteks sosialnya.
1.
Bahasa, Remaja, dan Komuniksi
Bahasa
sangat berperan dalam kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia sejak
jaman dahulu kala untuk berhubungan sesamanya. Bahasa hadir sejak adanya
bangsa-bangsa, komunitas-komunitas masyarakat. Dengan demikian bahasa bahasa
menjalankan fungsinya sebagai sarana bagi manusia untuk berinteraksi.
Dalam
ilmu sosiolinguistik struktur masyarakat selalu bersifat hoterogen memengaruhi
struktur bahasa. Struktur masyarakat dipengaruhi berbagai faktor. Misalnya,
siapa yang beribicara, dengan siapa berbicara, kapan berbicara, dimana, dan
untuk apa (Wijana, 2005:5).
Bahasa
sebagai alat untuk menyatakan keberadaan diri untuk menyatakan apa yang
dipikirkan dan dirasakan. Ungkapan pikiran dan perasaan manusia dipengaruhi
oleh dua hal yaitu keadaan pikiran dan perasaan itu sendiri. Eskpresi bahasa
lisan dapat dilihat dari mimik, lagu dan intonasi, tekanan, dan lain-lain.
Ekspresi bahasa tulis dapat dilihat dengan diksi, pemakaian tanda baca, dan
gaya bahasa. Eskpresi diri dari pembicaraan seseorang memperlihatkan segala
keinginannya, latar belakang pendidikannya, sosial, ekonomi. Selain itu,
pemilihan kata dan ekspresi khusus dapat menandai identitas kelompok dalam
suatu masyarakat (Asri, 2009:27).
Bahasa
sebagai alat komunikasi mempunyai fungsi sosial dan fungsi kultural. Sebagai
fungsi sosial, bahasa sebagai alat perhubungan antaranggota masyarakat. Bahasa
juga berfungsi sebagai sarana pelestarian budaya. Budaya diturunkan dari
generasi ke generasi melalui bahasa.
Nababan
(1986:38) menyatakan bahwa bahasa bagian kebudayaan adalah bahasa. Kebudayaan
dikembangkan melalui bahasa. Hasil karya cipta para leluhur kita dapat
dinikmati sekarang karena adanya bahasa.
Dalam hal
berkomunikasi, bahasa digunakan berbagai kalangan. Salah satu di antaranya
adalah kalangan remaja. Berbagai pendapat tentang remaja. Dalam Kamus Pelajar
(2006:556), remaja diartikan 1.“muda” 2. Pemuda: penerus generasi di masa
depann.
Kata
remaja berasal daari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang
mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Pada masa
ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk
golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Oleh karena itu, masa
remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanan ke masa dewasa. Masa Remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Artinya, masa
remaja adalah masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa
ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun
perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun
cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Pengertian
remaja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah anak yang beranjak dewasa.
Kata remaja berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Usia remaja terbagi atas tiga tingkatan: pra remaja (11-14),
remaja (15-17 tahun) dan remaja lanjut (18-21). Pada usia remaja dalam
pergaulannya mudah mendapat pengaruh, baik pengaruh dari teman-temannya maupun
pengaruh lingkungan tempat mereka tumbuh dan berkembang.
Batas
usia remaja umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun
= masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun
= masa remaja akhir. Masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa
pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja
pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun.
Sumarsono
(2002: 150-153) berpendapat bahwa masa remaja ditinjau dari segi perkembangan
adalah masa yang paling menarik dan mengesankan. Masa remaja mempunyai ciri
antara lain petualahan, pengelompokkan (klik), “kenakalan”. Ciri ini tercermin
pula dalam penggunaan bahasa mereka. Keinginan membentuk kelompok ekslusif
menyebabkan mereka membentuk bahasa “rahasia” yang dapat dimengerti oleh kelompoknya
sendiri. Misalnya, kata yang diucapkan disisipi konsonan V sehingga mata
menjadi mavatava.
Remaja
menurut beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa mereka masih labil
dalam bertindak termasuk dalam berbahasa. Masa remaja masa mencoba-coba, segala
sesuatu yang ditangkap oleh pancaindra mereka pasti menanggapinya sehingga
hal-hal baru selalu terdorong untuk mencobanya. Demikian pula yang terjadi
ketika mereka berbicara sering merekayasa bahasa sehingga muncul bahasa yang
dalam pergaulan seperti, bahasa gaul, bahasa slang, dan bahasa prokem.
Bahasa
prokem merupakan bahasa gaul yang
digunakan para preman untuk tujuan rahasia, namun perkembangan selanjutnya
bahasa prokem menjadi bahasa gaul. Selain bahasa gaul prokem ada pula bahasa
slang. Bahasa slang menurut Kridalaksana (1982:156) disimpulkan sebagai ragam
bahasa tidak resmi yang dipakai oleh kaum remaja. Adapun menurut Alwasilah
(1986) menyatakan bahwa bahasa slang adalah
variasi ujaran yang bercirikan kosakata baru yang cepat berubah dipakai oleh
kaum muda.
Kosakata bahasa prokem diambil dari
berbagai kosakata yang tumbuh dan berkembang di sekitar remaja. Bentuk kata dan
maknanya beragam yang disesuaikan dengan daerah. Kehadiran bahasa ini dianggap
wajar karena sesuai dengan perkembangan usia remaja. Penggunaan bahasa prokem
ini terbatas di kalangan remaja sehingga bila mereka keluar dari komunitasnya
maka remaja akan berali ke bahasa lain. Namun, tidak dapat disangkal bahwa
ketika remaja beralih ke bahasa baku, maka bahasa prokemnya pun ikut.
Penggunaan
bahasa prokem bagi remaja adalah hal yang biasa karena sesuai dengan usia
remaja yang memang masih sangat labil (mudah berubah-ubah). Akan tetapi, jangan
sampai ketika para remaja berkomunikasi dalam situasi resmi bahasa ragam prokem
pun ikut dalam komunikasinya.
Penggunaan bahasa gaul, slang, dan
prokem bagi remaja akan berbeda-beda di setiap daerah yang ada di Indonesia.
Hal ini disebabkan pengaruh bahasa daerah yang setempat. Bahasa ragam gaul yang
ada di Jakarta akan berbeda dengan yang ada di daerah lainnya di Indonesia.
Remaja Jakarta akan menggunakan kata
bokap untuk bapak dan nyokap
untuk ibu kagak untuk tidak nongkrong untuk kata kumpul jadul
untuk jaman dulu telmi untuk
telat mikir gue untuk saya. Di
Makassar coddo untuk ikut
campur, jappa-jappa untuk
jalan-jalan.
Banyak kosakata bahasa daerah maupun
kosakata bahasa asing memengaruhi bahasa Indonesia remaja. Tentu saja ini
terjadi karena latar belakang remaja itu sendiri dari berbagai daerah. Demikian
pula bahasa asing turut memengaruhi penggunaan bahasa Indoensia remaja. Hal ini
tidak dipiungkiri dari kemajuan teknologi yang banyak menggunakan bahasa asing
terutama istilah yag digunakan pada telepon seluler, internet, dan komputer.
Kata pulsa, disket, flasdisk, compact
disk, hand phone, dll turut memengaruhi penggunaan bahasa Indoensia
remaja.
2. Upaya-upaya Mendisiplin Penggunaan Bahasa Para
Remaja
Bertolak dari GBHN dan TAP MPR No. 4
1988 memberikan arahan bahwa “Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia oerlu
terus ditingkatkan, serta penggunaannyasecara baik dan benar penuh kebanggaan
perlu makin dimasyarakatkan, sehingga menjadi wahana komunikasi sosial dan ilmu
pengetahuan yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mendukung
pembangunan bangsa. Di samping itu, dalam rangka memperkaya bahasa dan
kesusastraan Indonesia perlu dirangsang karya-karya sastra ... (GBHN,
1988:100-101).
Untuk mendisiplinkan penggunaan
bahasa yang baik dan benar para remaja diperlukan bersikap positif terhadap
penggunaan bahasa Indonesia. Sikap positif tersebut berupa:
1) Selalu merasa bangga dengan
menggunakan bahasa baku.
2) Sikap bertanggung jawab atas
perkembangan bahasa Indonesia.
3) Sikap lebih suka menggunakan
kosakata bahasa Indonesia dibandingkan dengan menggunaka koskata bahasa asing.
4) Berdisiplin menggunakan bahasa
baku
Berbagai
upaya yang dapat dilakukan dalam mendisiplinkan penggunaan bahasa Indonesia
para remaja di antaranya adalah:
Upaya Di
Tngkat Lembaga/Sekolah
Sikap bangga, bertanggung jawab dan menumbuhkan rasa
menggunakan bahasa baku adalah sikap yang positif terhadap penggunaan bahasa
Indonesia. Sikap ini harus ditanamkan kepada anak semenjak dini. Sikap ini bisa
tertanam dalam jiwa anak apabila lingkungan mendukungnya seperti lingkungan
sekolah. Guru-guru di sekolah sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia baku
ketika berkomunikasi di sekolah. Demikian pula dalam acara-acara resmi baik di
lingkungan sekolah maupun di lingkungan luar sekolah sebaiknya menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Situasi sekolah sangat memengaruhi kemampuan
berbahasa Indonesia yang baik dan benar bagi para remaja. Penataan kurikulum
dalam hal ini materi yang disajikan dan memberikan penekatan akan pentingnya
pelajaran bahasa Indonesia, guru yag mengajar haruslah yang bekompeten dalam
pelajaran bahasa Indonesia. Sebaiknya para guru sering diberikan pelatihan akan
menggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar materi yang didapatkan
dapat ditularkan kepada anak didiknya. Upaya yang dapat dilakukan sekolah untuk
mendisiplinkan remaja sekolah untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar
adalah:
1. Menyelenggarakan Lomba Menulis Karya Ilmiah
Menyelenggarankan
berbagai lomba: lomba menulis karya ilmiah. Di Indonesia telah digalakkan
lombah karya tulis ilmiah. Kegiatan ini diselenggarakan mulai dari tingkat
sekolah, kota, dan provinsi. Namun, sayang sekali kegiatan yang baik ini tidak
diselenggarakan pada tingkat kabupaten, sehingga remaja-remaja kabupaten tidak
mengikuti kegiatan ini. Untuk kegiatan ini banyak sekolah di kota tidak
mengikutinya disebabkan pembina dan pembinaan kegiatan ini kurang.
2. Pengadaan Majalah Dinding
Kegiatan
lain sebaiknya diselenggarakan oleh sekolah adalah pelenggaraan majalah
dinding. Majalah dinding suatu kegiatan positif, karena majalah dinding tempat
remaja menyalurkan bakat menulisnya. Namun, kegiatan ini sebaiknya dipantau oleh guru dan wakil kepala sekolah yang membidangi
kesiswaan, agar materi yang ada di majalah dinding dapat membina kepribadian para remaja sekaligus
membina penggunaan bahasa baku mereka. Oleh karena itu, bahasa yang
digunakan di majalah dinding adalah
bahasa Indonesia baku. Pemantauan penggunaan bahasa di majalah dinding
dilakukan oleh guru bahasa Indonesia.
3. Pengadaan Area Penggunaan Bahasa Indonesia di
Sekolah
Hal yang
penting pula dillakukan oleh kepala sekolah adalah pengadaan area penggunaan
bahasa Indonesia di sekolah. Siswa yang memasuki area ini harus menggunakan
bahasa Indonesia baku. Apabila ada siswa
kedapatan melanggar ketentuan
tersebut boleh diberikan ganjaran pada
mereka. Ganjaran yang bisa diberikan dengan membuat karya tulis ilmiah atau
membayar denda yang ditentukan oleh
Osisnya.
4. Pelatihan Bahasa Indonesia bagi Guru-guru
Untuk
mendisiplinkan penggunaan bahasa Indonesia para remaja sekolah, maka
guru-gurunya terlebih dulu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Untuk itu, sebaiknya guru-guru diberi pelatihan penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Kepala sekolah
diharapkan sangat berperan aktif untuk menyelenggarakan pelatihan bahasa
Indonesia bagi guru-guru. Hal ini tidak mudah sebab terbentur oleh biaya.
5. Pengadaan Perpustakaan yang Ditunjang oleh
Pengadaan Buku-buku Berbahasa Indonesia
Perpustakaan
adalah gudang ilmu yang sangat dibutuhkan oleh siswa. Pentingnya perpustakaan
sekolah sebagai sarana penunjang dalam rangka pembinaan bahasa Indonesia. Hal
ini telah dianjurkan dalam kongres bahasa Indonesia dari tahun 1954 Kongres
Bahasa Indonesia II. Dsusul dengan Kongres Bahasa Indonesia III 1978 dalam satu
putusannya agar perpustakaan sekolah ditingkatkan. Oleh karena itu, sebuah
sekolah harus memilki perpustakaan.
Beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa situasi perpustakaan di sekolah-sekolah
masih belum menggembirakan. Hal ini disebabkan belum banyak buku yang ada di
perpustakaan.Pengadaan perpustakaan sekolah yang ditunjang buku-buku berbahasa
Indonesia akan memberikan pembinaan berbahasa Indonesia yang baik dan benar
para siswa.
Upaya Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa telah banyak melakukan kegiatan yang mengarah
pada pembinaan dan pengembangan bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Menurut
Anton M. Moeliono (mantan kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa) bahwa
tujuan akhir pembinaan pengembangan bahasa Indonesia adalah meningkatkan mutu
kemampuan bahasa Indonesia sebagai sarana komuikasi sebagaimana digariskan
dalam Garis Besar Haluan Negara. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
dilakukan:
1. Pembakuan ejaan, tata bahasa, dan
peristilahan.
2. Penyusunan Kamus Bahasa
Indonesia.
3. Penyusunan buku-buku berbahasa
Indonesia.
4. Penyuluhan bahasa Indonesia
melalui berbagai media antara lain melalui televisi dan radio.
5. Penerjemahan karya kebahasaan dan
buku acuan ke dalam bahasa Indonesia.
6. Pengembangan pusat informasi
kebahasaan melalui penelitian, dokumentasi, dan pembinaan jaringan informasi
kebahasaan.
7. Pengembangan tenaga, bakat,
prestasi di bidang bahasa melalui lomba mengarang, pelatihan, dll.
8. Penyelenggaraan bulan bahasa
setiap bulan Oktober.
9. Bekerja sama dengan pemrov,
pemerintah kota, DPR untuk membuat undang-undang penggunaan bahasa Indonesia
(Kongres Bahasa Indonesia V, 1992).
Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa telah menyusun berbagai kamus baik Kamus
Besar Bahasa Indonesia maupun kamus istilah dalam berbagai bidang ilmu.
Demikian pula penerjemahan dan penelitian bahasa telah banyak dihasilkan.
Informasi-informasi kebahasaan telah banyak dilakukan dengan memberikan layanan
kepada orang-orang yang membutuhkan tentang informasi bahasa Indonesia.
Kaitannya
dengan pendisiplinan remaja dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, maka sebaiknya buku-buku atau tulisan yang telah dihasilkan oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa disebarkan ke seluruh sekolah yang ada di
Indonesia.
Upaya
Bagi Masyarakat Bahasa
Masyarakat mempunyai tanggung jawab dalam
mendisiplinkan remaja dalam menggunaan bahasa Indonesia. Masyarakat yang
dimaksudkan di sini adalah lembaga, perkumpulan, perseorangan turut membantu
meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia para remaja dengan jalan antara
lain:
1. Menyelenggarakan berbagai lomba,
seperti lomba menulis karya tulis ilmiah para remaja.
2. Menyelenggarakan berbagai
diskusi, seminar, kongres bahasa Indonesia.
3. Media massa menyajikan berita
dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
4. Penerbit memberikan penghargaan pada remaja
yang berprestasi dalam penulisan karya ilmiah remaja.
Penyelenggaraan berbagai lomba dan seminar serta
diskusi oleh kelompok masyarakat seperti lomba penulisan karya ilmiah dapat
mendorong remaja untuk menggunakan bahasa Indoensia yang baik dan benar. Media
masa dalam menyajikan beritanya sebainya menggunakan bahasa Indoensia yang baik
dan benar. Demikian pula penerbit setiap tahun menganugerahkan penghargaan
kepada remaja yang berprestasi dalam menulis.
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan bagsa
Indonesia. Sebagai bahasa persatuan maka kita bangsa Indonesia harus bangga
menggunakannya. Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai
bahasa negara harus dijalankannya dengan
baik, tak terkecuali remaja. Remaja
sebagai pemuda penurus bangsa harus memiliki sikap positif terhadap penggunaan
bahasa. Meskipun ada bahasa gaul, bahasa daerah, dan bahasa asing yang
memengaruhi penggunaan bahasa mereka, namun penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar harus menjadi perioritas. Upaya-upaya untuk mendisiplinkan
penggunaan bahasa Indonesia remaja harus dilakukan secara bersama-sama sekolah,
pemerintah, dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
GBHN,
Ketetapan MPR RI No. II/MPR 1988,
Jakarta, Armas Duta Jaya.
Kridalaksana,
Harimurti. 1982. Fungsi Bahasa dan
Sikap Bahasa. Ende Flores: Nusa Indah.
Nababan,
P.W.J. 1986. Sosiolinguistik:
Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
Alwasila,
Chaedar. 1986. Sosiologi Bahasa.
Surabaya: Budaya Angkasa.
Asri.
2009. “Penggunaan Bahasa Indonesia Ragam Gaul di Kalangan Pelajar di Kabupaten
Kolaka,” Tesis Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
Astuti.
2010. “Pendidikan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi Krisis karakter di
Indonesia. Junal Kependidikan
Edisi Khusus, tahun XXIX, 41-58.
Cahyono,
Bambang Yudi. 1995. Kristal-kristal
Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar